SDN 078489 Puncak Lolomatua merupakan salah satu sekolah terpencil di Kecamatan Lolomatua, Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara. Meskipun dengan fasilitas seadanya, di sini teman-teman kita sangat bersemangat sekolah.
Sekolah sambil membawa adik
Di sekolah terpenciil seperti SDN Puncak Lolomatua, proses belajar di sekolah tidak seketat sekolah-sekolah di kota yang disiplin dan tertib.
Di SDN Puncak Lolomatua, murid-murid kadang sekolah sambil membawa adiknya karena orangtuanya harus pergi ke kebun.
Seperti yang diceritakan oleh Ibu Guru Indri Rosidah kepada Tribun-medan.com, di sana ada beberapa murid yang sering sekolah sambil menggendong adiknya, antara lain Boisman Gori dan Latina Ndruru.
Sambil menggendong adiknya yang masih balita, Gori mengerjakan soal-soal. Sesekali, Gori terlihat memeluk dan mencium kepala adiknya agar adiknya nurut dan tidak mengganggu saat pelajaran.
Meskipun Gori dan Latina bersekolah sambil membawa adiknya, pelajaran di sekolah tidak terganggu. Apalagi, di sekolah itu, bersekolah sambil mengasuh adik dianggap wajar karena orangtua mereka harus pergi ke ladang untuk menyadap karet atau ke pasar untuk menjual hasil bumi.
Baca ini juga, yuk: Anak-anak penjaga mangrove di Teluk Kiluan, Lampung
Keluarga tidak mampu
Gori dan Latina merupakan gambaran teman kita yang harus berjuang untuk sekolah. Gori dan Latina harus sekolah karena mereka sudah tahu kalau sekolah itu sangat penting untuk mengubah nasib mereka.
Orangtua Gori dan Latina adalah petani kecil. Untuk menghidupi keluarganya, mereka harus bekerja keras memanfaatkan hasil hutan. Kalau orangtua mereka pergi ke hutan atau ke pasar untuk menjual hasil bumi, Gori dan Latina harus menemani adiknya yang masih kecil.
Nah, supaya teman kita seperti Latina dan Gori tidak perlu izin tidak masuk sekolah karena harus mengasuh adiknya, maka mereka mengajak adiknya ikut sekolah.
Anak-anak yang gigih
Menuju Dua Dekade, National Geographic Indonesia Gelar Pameran Foto Sudut Pandang Baru Peluang Bumi
Penulis | : | Sigit Wahyu |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR