Pernahkah kamu mendengar nama bunga Udumbara? Bunga ini memiliki keunikan yang tidak dapat kamu temui setiap hari atau bahkan setahun sekali. Tetapi sampai sekarang bunga yang berukuran sangat kecil ini, sekitar 1 mm ini masih terus dipertanyakan dan menjadi misteri.
Ditemukan pertama kali di Cina
Bunga Udumbara pertama kali ditemukan di bawah mesin cuci, di Gunung Lushan, Provinsi Jiangxi, Cina. Namun tak hanya ada di negara yang terkenal dengan Panda itu saja, bunga Udumbara ini juga sempat muncul di beberapa negara, diantaranya Malaysia, Singapura, Australia, Amerika, dan Indonesia.
Bunga ini dapat tumbuh pada baja, logam, kaca, juga tanaman dengan cara menumpang.
Bunga yang memiliki banyak nama
Selain dikenal sebagai bunga udumbara, bangsa Jepang menyebut bunga ini dengan sebutan udonge. Bahkan udumbara atau dalam bahasa sansekertanya adalah udambara, memiliki arti bunga yang menguntungkan dari surga. Sedangkan sebagian orang menganggap jika udambara sebagai spesies youtan pulo yang cukup langka.
Mekar tiga ribu tahun sekali
Berbentuk kumpulan bunga – bunga putih, udumbara ternyata tidak seperti bunga lainnya yang mekar dengan jangka waktu yang tidak terlalu lama. Bunga misterius ini hanya mekar selama tiga ribu tahun sekali. Maka tak heran dengan waktu mekar begitu lama, bunga ini sangat sulit untuk ditemukan.
Misteri bungauUdumbara masih perlu penelitian khusus
Berbeda dengan pandangan sebagian masyarakat yang menganggap jika bunga udumbara itu telah ada sejak lama.
Menurut para peneliti, selama ini yang disangka bunga udumbara adalah telur dari serangga lacewings hijau (green Lacewings) dari family chrysopidae.
Telur serangga hijau (green Lacewings) memang tergolong aneh, karena bentuknya berupa sulur – sulur putih panjang, berkepala bulat dan menempel pada dedaunan, serta ranting pohon.
Meskipun demikian, para peneliti tanah air dan mancanegara masih harus terus bekerja keras untuk melakukan riset bahkan penelitian secara khusus, apakah sebenarnya bunga udumbara itu memang ada ataukah tidak.
Penulis | : | Eka Kartika |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR