“Cukup untuk hari ini. Kita lanjutkan besok, ya,” seru Bu Dini.
Tak terasa, malam pun tiba. Rudi yang kelelahan segera menuju kamarnya. Dia membaringkan diri di tempat tidur. Tak lama kemudian, Rudi dikagetkan oleh jeritan kakaknya.
“Aaaaa! Ada orang di luar jendelakuuuu!” jerit Runi.
Rudi segera berlari menuju kamar kakaknya. Di lorong, ia bertemu dengan ayah ibunya. Mereka semua terbirit-birit berlari menuju kamar baru Runi.
“Ada orang berambut panjang di luar. Hiiii…. Aku takut. Jangan-jangan itu hantu,” kata Runi sambil memeluk bantal.
Bu Dini memeluk anaknya yang gemetar ketakutan itu. Runi menangis tersedu-sedu dalam pelukan ibunya. Pak Heru segera keluar membawa senter. Rudi melihat ke jendela di kamar kakaknya. Jendela itu terbuka. Tirainya sedikit bergoyang tertiup angin.
“Huhuhu… Aku mau pindah kamar aja,” kata Runi di sela isak tangisnya.
“Sudahlah, Nak. Jangan menangis lagi, ya. Mungkin kamu melihat bayangan tirai,” hibur Bu Dini.
Tangis Runi malah terdengar makin keras. Makin banyak yang memberi perhatian, makin kencang tangisannya. Kalau sudah seperti ini, Rudi diam saja. Dulu, dia pernah mengatai kakaknya ini “anak cengeng”. Jadinya Runi malah menangis sepanjang malam. Padahal mereka menempati kamar yang sama. Rudi pun menyesal dan berjanji dalam hati tidak akan mengatai kakaknya saat sedang menangis.
“Runi, Ayah sudah temukan hantu berambut panjangnya. Sini, kenalan dulu,” kata Pak Heru dari balik tirai jendela. Pak Heru memang sering menggoda anaknya yang penakut itu.
“Huaaaaa!” jerit Runi makin menjadi-jadi.
“Runi, ini Bu No. Maaf, ya, kalau kamu jadi takut. Tadi Ibu melihat jendela ini terbuka dan lampunya menyala. Ibu cuma mau melihat ada siapa di dalamnya,” kata Bu No.
“Ha ha ha,” tawa Rudi. Suara tawanya yang semula ditahan itu lama-lama semakin keras. Tak lama kemudian, seisi ruangan itu sudah dipenuhi dengan tawa. Semua orang tertawa, termasuk Runi. Ternyata yang dia kira hantu adalah Bu No.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Sylvana Hamaring Toemon
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR