"lya, di whiteboard ini tercantum pekerjaan sehari-hari yang akan kami lakukan!" kata Kezia. "Tiap malam kami menuliskan rencana kerja esok hari!"
"Yuk, kita cuci tangan, lalu makan!" ajak Kezia.
"Mana ibumu?" tanya Mita.
"Ibuku guru, mengajar di SMP Budi Asih. Hari ini pulang sore, karena harus mengajar kelas sore. Ayahku guru Matematika di SMA Anugerah. Sehabis mengajar di sekolah, pergi lagi mengajar les privat!" jawab Kezia.
"Oh, keluarga guru, toh! Pantas kata anak-anak, kamu ini pandai!" kata Mita.
"Ah, aku biasa saja, belum jadi juara, kok!" kata Kezia merendah. "Kamu sendiri yang hebat. Kata anak-anak kamu selalu juara mengarang. Tulisanmu sudah beberapa kali dimuat di majalah anak-anak!"
"Aku memang ingin jadi wartawan. Semoga saja tercapai," kata Mita.
"Ayo, duduklah. Cicipi makanan seadanya!" ajak Kezia.
Lagi-lagi Mita kagum pada kerapian di dapur kecil yang sekaligus menjadi ruang makan. Semua tertata rapi. Mereka makan di piring yang berbunga-bunga indah, sayur asam di mangkok kristal. Sambalnya diwadahi piring kecil berbentuk daun, empal goreng di piring kecil yang semotif dengan piring makan.
Mita melihat serbet yang bersulam indah. Kerupuk disimpan di toples bertutup merah bersih. Nasi putih di wadah stainless steel juga mengundang selera. Bahkan tempe goreng pun dipotong segitiga rapi. Buah rambutan sudah dikupas, tinggal dimakan.
"Wow, rapinya!" sekali lagi Mita mendesah kagum. "Seperti pesta saja!"
"Kamu ini lucu. Makan sayur asam dibilang seperti pesta!" kata Kezia. "Kalau soal rapi, sih, itu hal wajar. Kami ini, kan, keluarga guru. Kalau murid-murid Ayah dan Ibu datang ke sini dan rumah kami berantakan, kan, malu!"
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR