Sudah beberapa bulan ini Lira menanam buah mangga di kebun sebelah rumahnya. Mangga itu ia tanam karena ibu Lira sangat suka dengan buah mangga. Ketika waktunya pulang kampung, ia senang sekali bisa memetik buah mangga itu dan membawanya untuk ibu.
“Ra, mangga ini manis sekali. Ibu suka. Pasti karena kamu menanamnya dengan baik,” kata Ibu.
“Ibu bisa saja memuji. Lira senang sekali kalau ibu suka mangganya,’’ jawab Lira.
“Oh iya, orang yang punya lahan tidak marah kalau kamu tanam mangga di lahannya Ra?” tanya Ibu.
“Aku sudah izin, kok, Bu, untuk tanam bibit mangga sejak awal. Buahnya juga sudah aku bagi, untuk pemilik lahan dan untuk Ibu. Bahkan masih bisa aku bagikan ke orang lain,” jawab Lira.
Membawakan mangga untuk Ibu adalah saat-saat yang selalu dinanti Lira. Selain itu, merawat pohon mangga juga menjadi kegiataan yang membuat Lira bahagia. Ia bahkan ingin memiliki kebun mangga suatu hari nanti jika ada modal yang cukup.
Suatu hari, Lira dibangunkan dengan suara keras mesin-mesin. “Ada apa ,ya?” tanya Lira sambil membuka jendela.
Ternyata suara mesin itu berasal dari lahan di sebelah, seperti akan membangun rumah. Lira gembira karena akhirnya lahan itu hidup kembali karena aka nada rumah. Namun, Lira mungkin akan kehilangan pohon mangga yang ia sudah rawat.
“Pak, ini akan bangun rumah, ya?” tanya Lira.
“Tidak, Mba, semacam tempat belajar,” jawab salah satu tukang bangunan.
“Oh… tempat belajar,” kata Lira.
“Kalau pohon mangga ini apa masih bisa tetap ada Pak?” tanya Lira lagi.
“Kalau kata mandor, harus ditebang dulu, Mba, supaya pembangunan lancar,” jawab bapak satunya.
Hati Lira langsung ciut jadinya. Ternyata pulang kampungnya terakhir, menjadi terakhir kalinya ia membawa buah mangga manis dari pohon ini.
“Terima kasih, yah,” kata Lira sambil menepuk batang pohon mangganya itu.
Hari demi hari berlalu, sampai akhirnya tiba waktunya pohon itu ditebang. Lira menyaksikan apa yang dipeliharanya sejak tegak berdiri jadi tumbang. “Tidak apa Lira, ini demi tempat belajar,” kata Lira dalam hati untuk mengobati kesedihannya.
Tahun ajaran baru tiba. Lahan yang semula kosong, sekarang sudah disi sebuah gedung mungil dan banyak anak-anak yang suka berlarian di lapangan. Lahan itu beralih menjadi sebuah playgroup. Lira sudah melupakan kesedihannya tentang pohon mangga yang ditebang itu. Tiap pagi ia mendengar suara anak-anak yang begitu ceria.
Tok tok tok,
Pintu kamar kos Lira diketuk oleh Ibu kos.
“Ada apa, Bu?” tanya Lira.
“Dicari anak-anak sebelah, tuh,” kata Ibu Kos.
“Ah? Kenapa cari Lira?” tanya Lira bingung Ibu kos hanya menggeleng.
Lira pun keluar rumah dan melihat ada tiga orang anak yang berusia sekitar 4 sampai 5 tahun berdiri menantinya.
“Kak Lira, kata Pak Johan, kakak bisa membantu kami berkebun,” kata seorang anak yang pipinya merah.
Pak Johan adalah pemilik lahan, tempat Lira numpang menananm mangga dan yang selalu kebagian buah mangga.
Lira mengangguk dan anak-anak bersorak gembira. Ia pun mengikuti langkah anak-anak ke arah kebun belakang playgroup itu.
“Nah kak, kami akan menanam pohon mangga. Kami mau buat kebun pohon mangga,”kata seorang anak.
“Supaya bisa bagi-bagi buah mangga kepada orang-orang, seperti yang kakak lakukan,” kata anak satunya.
“Pak Johan suka bercerita tentang kakak yang suka membagikan buah mangga,” tambah anak lainnya.
Lira begitu bahagia, ia mendapatkan pohoh mangganya lagi, bahkan kebun mangga. Ia membantu anak-anak menanam bibit mangga. Semua anak begitu gembira. Lira pun lebih gembira karena sekarang ada anak-anak yang suka berkebun seperti dirinya.
“Cepat tumbuh, ya. Nanti bagi-bagi mangga bisa dilakukan ramai-ramai,” kata Lira sambil menyiram satu per satu bibit yang baru ditanam.
Terbit Hari Ini, Mengenal Dongeng Seru dari Nusantara di Majalah Bobo Edisi 35, yuk!
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR