Anak-anak ingin berkemah ke Bukit Bunga. Mereka harus berjalan mendaki bukit. “Aku selalu suka berkemah. Udaranya segar dan pemandangannya indah sekali!” seru Coreng. “Dung Dung, cepat, dong! Sejak tadi kamu ketinggalan terus,” teriak Kutu Buku. “Limabelas... enambelas... Tunggu! Aku sedang sibuk menghitung bunga-bunga. Banyak sekali bunga mawar di sini!” balas Dung Dung.
“Ah, akhirnya sampai juga!” kata Coreng sambil merebahkan badannya di rumputan. “Ayo kita makan dulu. Aku sudah kelaparan.” Anak-anak mengeluarkan bekal mereka. Mmm... enak!
“Dung, minta sabun cuci tangan, dong!” pinta Kutu Buku. Tapi, tidak ada jawaban. “Lo, ke mana Dung Dung?” Kutu Buku mencari-cari Dung Dung dengan panik. “Teman-teman, Dung Dung hilang!”
“Kita harus mencari Dung Dung,” ajak Bobo. “Mungkin tertinggal di belakang. Tadi, dia sibuk menghitung bunga,” lapor Kutu Buku. Anak-anak menelusuri hutan sambil berteriak, “Dung Dung! Di mana kamu?”
“Ke mana Dung Dung, ya? Semoga dia tidak apa-apa,” kata Coreng. Anak-anak terus mencari Dung Dung. Tapi, mereka tidak menemukannya. Tiba-tiba Bobo menjentikkan jarinya sambil berseru, “Lembah Kupu-kupu!”
“Duapuluh tujuh... duapuluh delapan... ,” kata Dung Dung sambil menunjuk kupu-kupu yang beterbangan. “Dung Dung!” seru anak-anak lega. “Kenapa kamu memisahkan diri dari rombongan?” tanya Bobo. “Tadi aku menghitung kupu-kupu, eh enggak tahunya, kupu-kupunya lari ke sini. Di sini banyaaak sekali kupu-kupu yang bisa kuhitung,” jawab Dung Dung. Aduuuh, dasar Dung Dung si hobi hitung!
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Vero, Ilustrasi: Rudi
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR