Jepi merasa lapar. Terdengar bunyi kriuk kriukkriuuuk... Jepi lapar sungguhan. Krek kletek. Kletek syiut... Jepi menjulurkan lehernya panjang-panjang ke udara. Wuih, leher Jepi bisa mencapai pucuk daun di pepohonan yang paling tinggi! Siapa, sih, Jepi itu?
Ya, benar. Jepi itu seekor jerapah. Ia warga Rimbaria di Kerajaan Hewan.
"Hmm, sungguh manis rasanya. Nyam nyam," Jepi mengerjap-ngerjapkan mata sambil melahap pucuk-pucuk daun muda.
"Sayangnya, hanya aku yang bisa menikmatinya. Habis, warga lain tidak punya leher sepanjang leherku."
Ketika hendak memetik satu pucuk daun muda lagi, Jepi melihat beberapa warga bergegas ke lapangan yaiut Gigi Gajah, Mimin Monyet, Pipit Burung.
"Oh, ada apa?" tanya Jepi dalam hati.
"Keributan? Kerusuhan?" Jepi memutar lehernya ke arah tanah lapang.
Wuih, wuih, banyak warga Rimbaria sudah berkumpul di sana. Tonggak-tonggak bambu didirikan. Gigi Gajah sibuk memindahkan balok-balok kayu dengan belalainya. Mimin Monyet sibuk mengikat tali temali tendatenda. Kiki Kelinci lompat ke sana ke mari menawarkan minuman.
"Ai, ada apa, sih? Kok, aku tidak tahu?" tanya Jepi dalam hati.
Ia adalah hewan yang tak suka duduk melamun. Setiap hari, ada saja kegiatan yang dilakukannya.
"Kata ibuku, kita tidak boleh duduk melamun saja. Hidup ini singkat. Jadi harus diisi dengan kegiatan bermanfaat."
Jepi mengernyitkan dahi ketika teringat pesan mendiang ibunya. Ada bagian yang belum ia mengerti betul. Apa benar hidup ini singkat? Hidup ini harus selalu diisi dengan kegiatan bermanfaat? Jepi jerapah tak sempat menanyakan lebih lanjut pada mendiang ibunya.
Hah, Jepi menggelengkan kepala, "Sudahlah, nanti saja kupikirkan lagi. Sekarang aku hendak melihat apa yang terjadi di tanah lapang!"
Rupanya, Pak RT dan RW se-Rimbaria akan mengadakan bazar buat warga. Wah, Jepi sangat gembira. Tetapi, apa yang bisa dikerjakannya? Karena terlambat tahu, semua pekerjaan sudah dipegang teman-temannya.
"Itulah akibatnya kalau hanya memikirkan makanan," omel Jepi pada dirinya sendiri. "Pergi ke hutan, tidak pamit. Siapa yang tahu kau ada di mana?"
Jepi Jerapah kembali mengamati kegiatan warga Rimbaria di tanah lapang. Ada yang sibuk mengatur meja-meja untuk menjual makanan. Ada yang terengah-engah menarik karpet ke atas panggung. Ada yang berteriak kecil karena tangannya kesetrum listrik waktu memasang lampu. Ada juga yang mulutnya sampai mencang-mencong karena terlalu serius memasang perkakas elektronik untuk acara tari dan nyanyi.
Matahari makin meninggi. Sinarnya terasa tajam menggigit kulit. Jepi Jerapah masih berpikir keras mencari akal. Apa yang bisa dilakukannya?
"Aku kan malu, kalau hanya ikut makan. Aku juga suka bekerja!" kata hati Jepi.
Jepi melihat beberapa warga Rimbaria yang masih kecil berlarian di antara para pekerja. Mereka hendak melihat apa yang dikerjakan para orang tua. Sesekali terdengar teriakan keras, mengusir anak-anak itu supaya menjauh. Mereka dianggap mengganggu kesibukan kerja. Kasihan, mungkin anak-anak itu ingin membantu juga ya, seperti Jepi?
Kling, kling, klik! Jepi mengerjap-ngerjapkan matanya.
"Aha, aku tahu apa yang bisa kulakukan!" seru Jepi, gembira. Ya, ya, Jepi Jerapah dapat akal yang bagus sekali. Ini akan menyenangkan hatinya, para orang tua, dan juga anak-anak itu.
Jepi memetik beberapa kuntum bunga dan pucuk dedaunan muda. Dirangkainya bunga dan pucuk daun pada ranting pohon. O,o, Jepi membuat mahkota dari bunga dan dedaunan. Dalam waktu singkat, lima mahkota bunga selesai dirangkai Jepi.
Jepi memanggil anak-anak yang berlarian, "Siapa yang mau belajar membuat mahkota bunga dan daun muda?"
"Saya! Saya! Saya!" Beberapa anak mengacungkan tangan.
Sret, ikat sana, sret, ikat sini. Tu, wa, ga ....tu, wa, ga ....anak-anak bersama-sama membuat mahkota.
"Kita cuma buat mahkota, Jepi?" tanya Sisi Tupai.
"Ooo tidak. Kita juga akan menyumbang acara. Ada yang berpawai, menari, menyanyi," jawab Jepi Jerapah.
“Hore, hore, hore!” Anak-anak bersorak gembira.
Ternyata, mereka bisa mengisi acara Keriaan Warga Rimbaria. Mereka bukan pengganggu kerja!
Tu, wa, tu, wa ... sebagian anak berpawai mengelilingi tanah lapang, penanda acara Keriaan di Rimbaria dibuka. Sesudah itu, sebagian anak lagi menari dan menyanyi menghibur penonton di panggung gembira. Kepala kecil mereka berhias mahkota bunga hasil karya sendiri. Para orang tua gembira. Anak-anak gembira. Jepi pun gembira.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Santi Hendrawati.
Terbit Hari Ini, Mengenal Dongeng Seru dari Nusantara di Majalah Bobo Edisi 35, yuk!
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR