Ibu-ibu kita sejak dulu sangat menghargai nasi. Meskipun telah menjadi kerak di kuali, mereka tak membuangnya. Kerak itu mereka olah kembali, sehingga menjadi makanan ringan ini.
Kerak Nasi
Intip adalah kerak nasi yang biasanya menempel di dasar kuali atau ketel. Dulu, sebelum orang banyak menggunakan pemasak nasi otomatis, mereka memasak menggunakan kuali dan panci. Memasaknya pun di atas api. Jika api terlalu besar, beras yang terletak di dasar kuali atau panci biasanya menjadi kerak. Bagian ini jarang ada yang mau memakannya. Kerak nasi inilah yang disebut intip.
Diolah Lagi
Bayangkan, jika setiap kali menanak nasi selalu ada intipnya, sayang banget, jika selalu dibuang. Karena itu, ibu-ibu kita dulu mengolah intip agar tetap bisa dimakan. Caranya, intip ini dijemur hingga benar-benar kering. Setelah itu, digoreng. Jadilah intip goreng yang kriuk dan gurih.
Intip Buatan
Ternyata, banyak yang menyukai intip goreng ini. Maka, banyak orang kemudian sengaja membuat intip. Intip dibuat dengan cara meletakkan nasi di atas penggorengan. Nasi ini ditekan-tekan hingga menempel di dasar penggorengan. Lalu, dibakar di atas api. Setelah itu, dijemur hingga kering. Kemudian, diberi bumbu. Lalu, direndam dalam minyak, baru kemudian digoreng lagi. Kenapa direndam dalam minyak? Tujuannya, agar ketika digoreng bisa matang secara merata.
Aneka Rasa
Semakin lama, intip pun berkembang. Orang membuat intip dalam berbagai ukuran dan rasa. Ada yang ukurannya besar, ada juga yang kecil. Rasanya ada yang manis, asin, dan gurih. Namun demikian, para penggemar intip biasanya akan mencari intip asli. Yakni, yang muncul secara tidak sengaja karena saat menanak nasi dalam kuali atau panci. Menurut mereka, intip asli rasanya lebih gurih. Di pasar, harga intip asli juga lebih mahal dari intip buatan.
Ibu kita tak ingin melihat nasi terbuang percuma. Karena itu, dengan kreatif, ia olah kembali nasi yang tersisa. Bagaimana denganmu? Apakah kamu akan melakukan hal yang sama?
Teks: Joko, Foto: Ricky Martin
Penulis | : | willa widiana |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR