Bobo.id - Di beberapa desa di Minahasa, Sulawesi Utara, ada komplek pemakaman kuno. Makam leluhur orang Minahasa.
BACA JUGA: Kehidupan di Zaman Batu
Peti dari Batu
Di pemakaman itu jenazah tidak dimakamkan di dalam tanah, melainkan ditaruh di dalam kubur batu.
Kubur batu itu disebut waruga. Kata waruga berasal dari dua kata, yaitu waru dan ruga. Waru artinya rumah. Sedangkan ruga artinya raga atau badan.
Jadi waruga artinya rumah tempat raga orang yang sudah meninggal.
Waruga adalah peti yang terbuat dari sebongkah batu besar berbentuk segiempat yang tengahnya diberi ruang.
Peti itu ditutup dengan tutup berbentuk atap rumah. Tutup peti itu terbuat dari batu juga.
Waruga di desa tertentu memiliki tutup yang polos tanpa hiasan, sementara di desa lain tutupnya diberi hiasan berupa pahatan.
Pahatan itu berupa gambar manusia, hewan, tumbuhan, dan berbagai bentuk hiasan lainnya.
Hiasan itu menunjukkan profesi jenazah. Misalnya hiasan berbentuk tumbuhan berarti jenazah berprofesi sebagai petani.
BACA JUGA: Rahasia Batu Berserakan di Lindholm Hoje
Sejak Abad Ke-19
Orang Minahasa menggunakan waruga sejak abad ke-9.
Di dalam waruga, jenazah diletakkan dengan posisi duduk telungkup menghadap ke arah utara.
Duduk telungkup itu maksudnya kedua telapak kaki menempel ke pantat. Lalu kepala menempel ke lutut.
Sejak tahun 1860 orang Minahasa tidak menggunakan waruga lagi, karena pemerintah Belanda melarangnya.
Waruga itu jumlahnya 370 buah. Awalnya tersebar di hampir semua desa di Minahasa, tetapi kemudian dikumpulkan di kelurahan Rap Rap, kelurahan Airmadidi Bawah, dan desa Sawangan.
Kini lokasi waruga-waruga tersebut menjadi salah satu tujuan wisata sejarah di Sulawesi Utara.
BACA JUGA: Seni Menyeimbangkan Batu
Foto: Creative Commons
Penulis | : | Aan Madrus |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR