Susi, Kakek, dan Nenek bersama-sama mengemas sushi menjadi kotak-kotak mika kecil. Rencananya akan dibagikan ke tetangga di sekitar rumah Nenek untuk berbuka puasa. Ini pertama kalinya Susi membagikan masakannya sendiri pada orang lain. Selain itu, ini pertama kalinya juga Susi berbagi makanan untuk berbuka puasa.
“Ah, akhirnya selesai,” kata Nenek
“Nenek, Kakek, nanti ikut antar Susi kan ke rumah-rumah tetangga? tanya Susi.
Kakek dan Nenek saling berpendangan, kemudian keduanya mengangguk bersamaan.
“Pergilah sendiri, Cu, pasti ada lebih banyak hal yang bisa kamu dapatkan saat berkenalan. Kan, kakek dan nenek sudah kenal tetangga-tetangga,” kata Kakek.
Wajah Susi menampilkan ekspresi takut.
“Tapi Kek, Susi belum pernah berbagi makanan ke teman-teman Muslim,” kata Susi gugup.
“Nah, karena belum pernah, jadi dicoba. Tidak ada salahnya, kan?” tanya Nenek sambil tersenyum.
“Ibu kamu dulu berteman dengan semuanya, dan semuanya sayang Ibu kamu,” kata Kakek.
Seketika semangat Susi meningkat. Jika Ibu bisa, Susi pasti bisa.
Susi melangkah keluar rumah. Walaupun gugup, ia tetap melanjutkan perjalannya menuju rumah-rumah tetangga.
Sampailah ia di rumah tetangga pertama.
“Permisi, permisi…” kata Susi di depan pagar rumah.
Seorang Ibu membuka pintu. Wajahnya tampak bingung.
“Saya Susi, cucu Kakek Leo dan Nenek Lili,” kata Susi.
“Oh, anaknya Ibu Miriam, ya?” tanya Ibu Itu. Susi mengangguk.
Ibu itu dengan ramah mempersilakan Susi masuk. “Ya ampun, sudah sebesar ini. Kamu cantik seperti Ibu kamu,” kata Ibu itu.
“Bu, ini Susi datang mau antar sedikit makanan buatan Susi. Mungkin bisa untuk buka puasa jika berkenan,” kata Susi sangat sopan.
“Saya Ibu Siti, temannya Ibu kamu sejak SMP dulu. Ah, kamu sama seperti Ibu kamu. Sama cantiknya, sama-sama suka memasak,” kata Ibu Siti.
“Ibuuu….” sapa dua orang anak kecil yang masuk ke rumah.
“Ini anak-anak Ibu. Ayo salim dengan kakak Susi,” kata Bu Siti. Dua anak itu pun menurut.
“Apa kakak puasanya penuh hari ini?” tanya anak pertama.
“Hmmm… kakak tidak puasa, Dik,” jawab Susi.
“Kakak ini tidak puasa. Kakak ini agamanya Katolik, bukan Muslim,” kata Ibu Siti menjelaskan.
“Oh begitu,” jawab anak-anak Bu Siti berbarengan.
“Lihat ini, Kakak Susi bawakan masakannya untuk kita buka puasa,” kata Bu Siti.
“Baik sekali Kakak.”
Kedua anak-anak itu pun dengan semangat membuka bungkusan.
“Sushiiii….”
“Kak, aku suka sekali makan sushi,” kata anak-anak Bu Siti.
“Nah, disimpan dulu, ya, Nak. Nanti kita makan saat buka puasa,” kata Bu Siti.
Kedua anaknya pun menurut membawa kotak itu ke dapur.
“Terima kasih banyak ya, Nak Susi,” kata Bu Siti.
“Sama-sama Bu. Bu jika boleh, bersediakah Ibu bercerita tentang Ibu saya?” tanya Susi.
Bu Siti mengangguk dan menghela napas.
“Miriam sangat baik. Sejak dulu hobinya memasak. Pagi-pagi ia akan berbagi sarapan dengan teman-teman di kelas. Ah, rasanya pun sangat enak. Ibu kamu bilang, ia ingin jadi pramugari agar bisa keliling dunia, mencicipi banyak makanan dan latihan memasaknya,” kata Bu Siti.
“Oya, Miriam juga ingin sekali punya anak perempuan yang bisa diajaknya memasak bersama. Miriam pasti senang ada kamu yang suka memasak juga,” lanjut Bu Susi.
Susi mengangguk. Dalam hati, Susi semakin bangga dengan Ibunya. Ia pun semakin bersemangat untuk memasak.
“Bu, terima kasih banyak sudah bercerita. Mohon maaf, Susi harus permisi karena harus mengantar makanan ke tempat lainnya,” kata Susi.
“Iya Susi, tidak apa-apa. Nanti kamu main-main lagi yah kemari. Masih ada banyak cerita tentang Miriam,” jawab Ibu Siti.
Susi mantap melanjutkan langkahnya untuk membagikan kotak-kotak sushi yang sudah ia siapkan. Ia tidak lagi ragu mengetuk pintu dan berkenalan. Semua tetangga mengenal Ibu Susi, semuanya mengatakan bahwa ibunya adalah orang yang baik.
Susi pun menjadi tahu bahwa walaupun berbeda keyakinan tetapi tetap bisa saling berbagi hal baik. Susi berbagi makanan yang dibuatnya, tetangga berbagi cerita tentang Ibunya. Berbagi ternyata sangat menyenangkan.
Semakin banyak cerita yang Susi ketahui tentang Ibunya. Cerita-cerita tentang masa kecil Ibu Susi yang belum pernah ia ketahui, sekalipun dari Ayahnya. Susi sangat bersyukur sore ini.
“Nenek, Kakek, terima kasih banyak, ya, sudah membuat Susi berani berkenalan dan berbagi sushi,” kata Susi pada Nenek dan Kakek.
“Bagaimana perkenalanmu, Cu?” tanya Kakek.
“Menyenangkan, Kek, Susi jadi lebih tahu tentang Ibu. Susi jadi bersemangat menjadi baik seperti Ibu,” kata Susi.
“Tentunya tetap suka memasak dan berbagi ya, Cu,” kata Nenek.
“Pasti, Nek,” jawab Susi sambil memeluk Kakek dan Nenek.
Sore itu, liburan di tempat Kakek dan Nenek, menjadi langkah baru untuk keberanian Susi.
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR