Bobo.id – Umat Hindu di Bali terkenal dengan berbagai tradisi dalam menyambut kelahiran hingga memaknai kematian.
Salah satu di antaranya adalah ngaben, tradisi yang dilaksanakan untuk memuliakan seseorang yang telah meninggal dunia.
Makna dan Tujuan
Ngaben identik dengan proses pembakaran jenazah, tetapi sebenarnya tradisi ini juga melalui berbagai proses panjang lainnya.
Membakar jenazah kemudian menghanyutkan abunya ke laut memiliki makna melepaskan Sang Atma (roh) dari belenggu keduniawian dan dapat bersatu dengan Tuhan.
Upacara ini juga menjadi simbol bahwa pihak keluarga telah ikhlas atas kepergian yang bersangkutan.
BACA JUGA:5 Fakta Upacara Ngaben di Bali, Salah Satunya Jasad Diarak Keliling Desa Sebelum Dibakar
Berbagai Bentuk, Salah Satunya Mengangkat Tulang dari Dalam Kuburan
Ngaben tergolong tradisi atau upacara Pitra Yadnya, yaitu persembahan yang dilakukan kepada leluhur. Terdapat beberapa bentuk dari ngaben.
Pertama, Ngaben Sawa Wedana, yaitu ngaben yang melibarkan jenazah yang masih utuh. Upacara ini biasa dilakukan dalam kurun waktu 3-7hari setelah meninggalnya seseorang.
Bentuk ngaben yang cukup unik, yaitu ngaben asti wedana dan swasta.
Ngaben Asti Wedana adalah ngaben dengan melibatkan kerangka atau tulang dari seseorang yang pernah dikubur. Tulang itu diperoleh dengan menggali kembali kuburan orang tersebut.
BACA JUGA:5 Fakta Seputar Ngaben. Ternyata Tidak Semua Tempat di Bali Melaksanakan Upacara Ini!
Sedangkan Swasta adalah ngaben yang dilaksanakan tanpa melibatkan jenazah maupun kerangkanya, melainkan diwujudkan dengan simbol-simbol menyerupai tubuh yang dibuat dari kayu cendana.
Swasta dilaksanakan ketika tidak memungkinkan lagi untuk melibatkan jenazah maupun kerangkanya.
Rangkaian Upacara Ngaben
Upacara ngaben melalui rangkaian kegiatan yang panjang. Uniknya, walaupun ini upacara untuk seseorang yang telah meninggal, segala kegiatan yang dilakukan tidak berbeda jauh dengan memperlakukan seseorang yang masih hidup.
Rangkaian upacara diawali dengan ngulapin atau memanggil atma atau jiwa, kemudian nyiramin (memandikan).
Apabila seseorang yang di-aben sudah dikubur terlebih dahulu, maka yang dimandikan adalah simbol-simbol yang sengaja dibuat menyerupai tubuh manusia.
BACA JUGA:Suku Nomaden di Sekitar Indonesia Ini Bisa Menyelam Belasan Menit
Setelah proses memandikan, dilanjutkan dengan ngajum kajang dan ngaskara, yaitu rangkaian upacara sebagai simbol kemantapan hati keluarga untuk melepas dan menyucikan.
Ada juga rangkaian memeras dan papegatan, sebagai simbol memutus hubungan dengan kehidupan dunia dan memberikan jalan terbaik untuk menyatu dengan Tuhan.
Proses di atas biasanya dilakukan di dalam keluarga. Kegiatan berikutnya baru dilakukan beramai-ramai, yaitu mengarak bade atau wadah (menara) yang berisi jenazah atau kerangka keliling desa hingga ke kuburan, kemudian dilakukan pembakaran.
Selepas proses pembakaran ini, abu jenazah dikumpulkan untuk dihanyutkan ke laut.
Lihat juga video ini, yuk!
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR