Di Negeri Lima memerintah seorang raja yang lalim. Ia sering mengeluarkan undang-undang yang aneh, yang kerap kali sulit dilaksanakan. Para menteri dan rakyat tak berani melanggar undang-undang itu karena hukuman berat pasti akan mereka terima.
Pada suatu hari, Raja Konig, demikian namanya, mengeluarkan sebuah peraturan.
“Semua penduduk Negeri Lima harus bersukaria. Tak seorang pun boleh bersedih hati,” titah Raja Konig.
Mendengar keputusan itu, penduduk Negeri Lima mengeluh.
“Lagi-lagi Raja Konig mengeluarkan undang-undang yang aneh. Lalu jika kita tertimpa bencana atau malapetaka, apakah kita tak boleh bersedih hati atau menangis? Terlalu sekali raja kita ini.”
Sejak saat itu, penduduk Negeri Lima tampak bergembira ria. Sebenarnya tak semua penduduk bergembira. Akan tetapi mereka harus selalu berpura-pura gembira. Jika seorang bersedih hati atau menangis, ia harus bersembunyi. Kalau tidak, pastilah ia akan ditangkap dan dihukum. Ah, memang sungguh kejam Raja Konig ini.
Pada suatu hari, datanglah seorang wanita tua menjual bunga. Ia berjualan tepat di samping pintu kerajaan. Setiap pagi jika Raja Konig berjalan-jalan, ia selalu melihat bunga-bunga yang dijual itu layu.
Seminggu kemudian, bunga-bunga yang dijajakan tetap saja seperti semua, terlihat layu. Raja Konig lalu menghampiri nenek penjual bunga itu dan bertanya,”Hai Nenek, mengapa kau menjual bunga yang sudah layu? Apakah kau tak punya bunga-bunga yang masih segar? Tak tahukah kau bahwa semua orang di negeri ini harus bergembira ria? Jika kau menjual bunga seperti ini, aku takut rakyatku akan bersedih hati,” Raja Konig menegur Nenek Penjual Bunga.
“Maafkan hamba, Tuanku. Semua ini bukan kesalahan hamba. Bukan pul akesalahan bunga-bunga ini , karena mereka tidak mengerti undang-undang. Lagi pula bunga-bunga yang hamba jual ini bunga istimewa, Tuanku. Mereka baru tampak segar apabila mendapat cucuran air mata manusia,” jawab Nenek Penjual Bunga.
Setelah berkata demikian, sekuntum bunga Lili menyanyikan lagu. Lagu itu sedih sekali, sehingga Raja Konig dan para pengawal yang mendengarkan mencucurkan air mata. Tak laam kemudian, bunga-bunga itu pun segar kembali, tepat seperti yang dikatakan oleh Nenek Penjual Bunga.
Sejak kejadian itu, Raja Konig sadar akan kelalimannya selama ini. Ia berjanji tidak akan pernah mengluarkan undang-undang yang aneh-aneh lagi. Ia akan selalu memberikan perhatian pada rakyatnya.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Cis.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR