“Apa rencana kita hari ini?” tanya Luna sambil membuka jendela dan menarik napas panjang.
“Uhuk! Uhuk!” ia terbatuk-batuk. Olala... Ternyata ada banyak asap masuk.
“Haaaahh? Kebakaran, ya?” tanya Ota panik.
“Bukan. Itu berasal dari rumah makan Itali di belakang,” jelas Taras. “Pizza mereka masih dimasak di dalam pemanggang tradisional. Jadi masih pakai cerobong asap. Naah, kalau arah angin sedang seperti ini, asapnya memang sering lari ke sini.”
Kiria ikut terbatuk-batuk. “Kalau begitu, kita pergi saja, yuk!”
“Yuuuk! Kita ke pantai!” ajak Luna.
“Aaaasssyiiikkkk!” seru Kiria. Mereka semua berlari menuju laut.
“Kaaak! Tunggu, dong!” seru Ota keras. Ia berlari menyusul kakaknya, Luna. Namun Luna dan Kiria sudah cukup jauh ke tengah.
“Kaaak! Ota takut kalau terlalu ke tengah laut!” protes Ota.
“Kalau begitu, kamu main sendiri saja. Kan sudah gede, masa harus ditemani terus?” teriak Luna.
Ota merengut. Tetapi, ia berpaling. Mendingan main pasir, katanya dalam hati. Sementara itu, tampak Taras memilih duduk di bawah pohon kelapa. Ia lalu asyik membaca tanpa memedulikan bunyi gemuruh ombak.
Ota mulai asyik bermain sendiri. Ia sibuk mengeruk pasir. Menumpuk-numpuknya, mencoba membuat istana pasir.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR