Bayu senang sekali. Akhirnya tercapai juga keinginannya. Dia mengikuti dengan hati berdebar-debar ketika Nek Buyut membuka kunci pintu kamar dan mefangkah masuk. Di sudut kamar berdiri dengan anggun lemari ukir itu. Lemari itu kelihatan kuno, mengandung misteri tetapi bersih. Rupanya Nek Buyut merawat lemari tua itu dengan baik.
Ketika lemari bagian bawah dibuka, tampak setumpuk pakaian pria, buku-buku Bahasa Belanda, piagampiagam yang dibingkai dan dua buah piala. Bau kamper tercium ketika lemari dibuka.
"Piala apa itu, Nek?" tanya Bayu. "Dan piagam apa yang dibingkai itu?"
"Itu piala Kejuaraan Balap Sepeda. Dulu Kakek buyutmu juara balap sepeda di kotanya dan juga di provinsi. Piagam-piagam itu adalah ijazah Kek Buyut. Ada ijazah sekolah guru, walaupun akhirnya Kek Buyut jadi pedagang (embakau. Ada juga ijazah, apa itu namanya .... Oh ya, tata buku!" Nek Buyut menjelaskan.
Baca Juga: Meski Baru Lahir, Ada Adik Bayi yang Sudah Punya Gigi, Kenapa Begitu, ya?
"TapUtu semua tak ada artinya lagi sekarang. Orangnya sudah meninggal dan dilupakan. Ijazah itu juga tidak ada gunanya selain untuk disimpan di lemari!" sambung Nek Buyut.
Bayu merinding. Baru sekarang dia menyadari bahwa prestasi-prestasi semacam itu tidak kekal, hanya sementara saja. "Jadi tak ada gunanya menyombongkan diri bila orang berhasil mencapai sesuatu," pikir Bayu.
Kemudian Nek Buyut membuka laci yang di tengah. Ada batu-batu cincin, alat-alat pertukangan, beberapa pipa dan surat-surat serta pajangan porselain. Di tengahtengah disandarkan foto pengantin Kek Buyut dan foto Kek Buyut dengan seorang pria.