Baru beberapa hari yang lalu, teman baru mereka, Yanes yang memperkenalkan permainan ini. Yanes berasal dari Alor, Nusa Tenggara Timur. Permainan yang menggunakan tongkat bambu ini adalah permainan anak yang digemari di sana. Edo, Dayu, dan teman-teman di SD Nusantara senang sekali mengenal permainan baru ini.
“Seru dan menantang!” kata mereka. Anak-anak di SD Nusantara justru gembira menyambutnya. Perbedaan warna kulit, adat, kebiasaan, bahasa, atau agama tidak mereka anggap sebagai masalah. Semua akrab bermain bersama. Pernah sekali waktu, ketika Edo bercanda akrab dengan Siti dan Dayu, Hendra berkomentar, “Ih, Dayu, mau-maunya kamu bermain dengan Edo yang berkulit hitam. Nanti kulitmu yang putih tertular hitam, lho!” ejeknya.
Baca Juga: Cara Menentukan Faktor Persekutuan Terbesar, Materi Kelas 4 SD
“Ah, aku tak pernah pusing dengan warna kulit, tak pernah pusing dengan asal daerah. Aku dan Siti pun berbeda. Aku anak Bali, Siti anak Sumatra, tetapi kami saling memahami. Pertemanan hanya butuh waktu untuk saling menyesuaikan. Aku pun butuh waktu untuk menyesuaikan diri denganmu, Hendra.” Balas Dayu tenang. Hendra pun terdiam. Sesungguhnya, ia juga tidak pernah mengalami masalah dengan temannya yang berbeda asal.
Begitulah gambaran keseharian di SD Nusantara. Anak-anak tetap rukun, bekerja sama, dan bersatu, walaupun mereka berbeda-beda. Wawasan mereka semakin kaya karena mengenal adat dan bahasa daerah lain. Semakin kaya dengan bermain bersama aneka permainan tradisional. Rangku Alu, Benthik, Gobak Sodor, atau Cingciripit menjadi perekat yang menyenangkan