“Jangan banyak bergaya dulu. Kita lihat saja nanti,” sahut Sarah. Wajah Nurma berubah masam mendengar kata-kata teman sekaligus tetangganya itu. Nurma dan Sarah tinggal bertetangga, tetapi mereka sekolah di SD yang berbeda. Demikian juga dengan abang-abang mereka yang sudah duduk di kelas enam.
Pertandingan dimulai. Tim Hanafi langsung menyerang tim lawan. Mereka tidak mau menyia-nyiakan waktu. Baru beberapa saat setelah pertandingan dimulai, gol telah mereka sarangkan ke gawang tim Rifki. Penonton bersorak-sorai.
“Betul kan? Mereka pasti juara!” kata Nurma bangga. Sarah hanya diam tidak menyahut. Beberapa menit kemudian giliran Nurma yang hanya bisa terdiam. Tim Rifki membalas dengan menyarangkan gol demi gol. Hingga babak pertama selesai, skor masih imbang 4 – 4.
Pertandingan makin seru di babak kedua. Masing-masing tim berlomba membuat gol. Jika berhasil juara, mereka akan menerima hadiah piala dan tentu dapat mengharumkan nama sekolah. Pantas saja kedua tim sama-sama berjuang keras. Hebatnya, meski sama-sama mengejar kemenangan, namun semua pemain bermain sportif. Tak ada yang curang dengan melakukan pelanggaran.
Tak terasa pertandingan usai. Penonton mengelu-elukan tim Rifki. Nurma tertunduk lesu. Tim Rifki telah mengalahkan tim abangnya dengan skor 10 – 8. Gelar juara pun diberikan kepada tim Rifki.
Sarah sangat gembira. Tapi melihat Nurma murung, ia tak banyak bersorak. Dirangkulnya Nurma. Sekilas tampak di lapangan, pemain kedua tim bersalaman. Bahkan Rifki dan Hanafi pun berpelukan. Mereka memang bersahabat dari kecil. Hasil pertandingan tidak mengganggu persahabatan mereka.
Pembawa acara mengumumkan, meski kalah di final, tim SD Hanafi menerima penghargaan sebagai tim yang paling sportif. Nurma yang sempat sedih, begitu mendengar pengumuman itu langsung kembali ceria.
Baca Juga: Contoh Kalimat dan Dialog Bahasa Inggris 'Asking and Giving Something'
“Hebat, Bang Hanafi dan kawan-kawannya juga dapat penghargaan!” puji Sarah.
“Terima kasih. Selamat juga atas kemenangan tim Bang Rifki. Mereka pantas menjadi juara!” balas Nurma. Mereka berdua berjabat tangan dan berpelukan. Ya, juara sejati bukan hanya yang memenangkan pertandingan. Namun, mereka yang berjiwa sportif dan mau menerima kekalahan dengan berjiwa besar, serta menjauhi sikap curang, juga pantas disebut juara.
(Disadur dari Nusantara Bertutur Kompas Minggu, 20 Agustus 2017)
1. Jelaskanlah cerita fiksi di atas. Berikut ini hal-hal yang perlu dijelaskan.