Apa Saja yang Dibahas dalam Perjanjian Jatisari? Perjanjian antara Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta

By Thea Arnaiz, Selasa, 15 Februari 2022 | 14:00 WIB
Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang identik berwarna biru dna putih. (hor Jo Chryst/ commons.wikimedia.org)

Bobo.id - Tahukah teman-teman kalau tepat pada hari ini 15 Februari adalah peringatan Perjanjian Jatisari?

Perjanjian Jatisari ini dilakukan pada 15 Februari 1755 dan menjadi peletakan dasar kebudayaan antara Surakarta dan Yogyakarta.

Perjanjian ini tepatnya dilakukan di Jatisari, Desa Sapen, Kecamatan Mojolaban, Sukoharjo yang mempertemukan Paku Buwono III dari Surakarta dengan pamannya Sultan Hamengku Buwono I dari Yogyakarta.

Pertemuan untuk melakukan Perjanjian Jatisari ini dilakukan setelah Perjanjian Giyanti yang dilakukan pada 13 Februari 1755.

Perjanjian Giyanti ini menyebabkan wilayah Kerajaan Mataram terbagi menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Perjanjian Jatisari, teman-teman bisa menyimak penjelasannya seperti berikut ini. Yuk, cari tahu. 

Bagaimana Awal Terjadinya Perjanjian Jatisari? 

Perjanjian Jatisari ini dilakukan untuk memulihkan keadaan antara Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, setelah keduanya melakukan Perjanjian Giyanti.

Perjanjian Jatisari juga dihadiri oleh Gubernur VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) pada saat itu, yaitu Nicholaas Hartingh.

Baca Juga: Masih Dikenal sampai Sekarang, Ini 4 Fakta Tentang Majapahit, Kerajaan Terbesar di Nusantara

Kedua raja dari wilayah tersebut bertemu dan Paku Buwono II menghadiahi Hamengku Buwono I sebuah keris Kyai Agung Kopek.

Saat ini keris itu dipegang oleh Sultan Yogyakarta yang bertakhta secara turun-temurun, sebagai lambang pemimpin rohani dan duniawi.

Akibat dari Perjanjian Giyanti sendiri, masing-masing mempunyai wilayah kekuasaan yang sudah ditentukan, seperti Kasunanan Surakarta Hadiningrat mempunyai wilayah Surakarta, Klaten, Karanganyar, Wonogiri, Sukoharjo, Boyolali, dan Sragen.

Selain itu, Kasunanan Surakarta Hadiningrat juga mendapatkan wilayah di bagian barat, yaitu Karesidenan Banyumas, Karesidenan Madiun, Karesidenan Kediri, dan Karesidenan Surabaya serta Blora.

Lalu, bagaimana dengan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat? Mereka mendapatkan wilayah kekuasaan meliputi Yogyakarta, Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede, Grobogan, Tulungagung, Kertosono, Mojokerto, dan Bojonegoro.

Oleh karena pembagian wilayah ini, kedua raja perlu membahas perbedaan identitas masing-masing melalui Perjanjian Jatisari. Apa saja perbedaan identitas Kasunanan dan Kesultanan ini? 

Perjanjian Jatisari untuk Membahas Peletakan Dasar Kebudayaan 

Perjanjian Jatisari membahas hal penting dari Perjanjian Giyanti, yaitu peletakan dasar kebudayaan bagi masing-masing kerajaan.

Perjanjian Jatisari menetapkan tata cara berpakaian, adat istiadat, bahasa, gamelan, tari-tarian, dan lain-lain.

Baca Juga: Bukan Jakarta Lagi, Ibu Kota Akan Ganti Nama Jadi 'Nusantara', Ketahui Sejarahnya, yuk!

Jadi, dalam pertemuan perjanjian ini Sultan Hamengku Buwono I memilih untuk melanjutkan tradisi lama budaya Kerajaan Mataram.

Sedangkan Sunan Paku Buwono III memilih untuk mengubah atau menambahkan budaya baru berdasarkan budaya Kerajaan Mataram.

Dengan cara ini, masing-masing kerajaan mempunyai ciri khas yang mudah dibedakan, berikut ini perbedaan kebudayaan dari keduanya. 

Perbedaan Budaya Surakarta dan Yogyakarta 

Perbedaan antara Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, dari bangunan, cara berpakaian, dan gamelan. 

- Segi Bangunan 

Keraton di Yogyakarta mempunyai arsitektur bangunan tradisonal Jawa dan identik dengan warna putih dan hijau.

Sedangkan, keraton di Surakarta mempunyai arsitektur bangunan Jawa-Eropa dan identik dengan warna putih dan biru. 

- Segi Pakaian 

Baca Juga: Fakta Menarik Tonga, Kerajaan yang Dikelilingi Gunung Berapi Bawah Laut di Samudra Pasifik

Jika teman-teman perhatikan dari cara berpakaian abdi dalem keraton, kita bisa melihat perbedaannya.

Abdi dalam Kasunanan Surakarta Hadiningrat mempunyai bentuk blangkon (penutup kepala) yang bagian belakangnya tidak ada tonjolan.

Hal ini karena, mereka mengikuti gaya rambut bangsa Eropa yang mencukur rambutnya jadi pendek.

Sedangkan, abdi dalem Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat mempunyai bentuk blangkon yang bagian belakangnya ada tonjolan.

Karena, mereka tetap mempertahankan tradisi Jawa dan membiarkan rambutnya tumbuh panjang serta digelung.  

- Segi Gamelan 

Dari segi gamelan, Kasunanan Surakarta Hadiningrat memiliki gamelan yang susunannya lebih rapat dengan warna cokelat kayu dan dipadukan dengan emas.

Sedangkan, Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat mempunyai susunan gamelan yang lebih renggang dan lebar dengan warna yang lebih cerah.  

Nah, itulah penjelasan mengenai Perjanjian Jatisari yang melibatkan Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Perjanjian ini sudah dilakukan pada 267 tahun yang lalu, tepatnya 15 Februari 1755. 

(Penulis: Diva Lufiana Putri)

(Sumber foto: commons.wikimedia.org/ Jo Chryst)

Tonton video ini, yuk! 

----  

Ayo, kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.