“Itu bukan cahaya bulan,” kata Kakek.
“Itu cahaya dari wajah putriku, si Putri Bambu,” kata Nenek bangga.
Pengawal-pengawal itu sangat terkejut. Mereka ingin melihat Putri Bambu. Maka Nenek Fujimoto memanggil Putri Bambu agar keluar dari kamarnya. Kedua pengawal itu terpukau akan kecantikan Putri Bambu.
“Kakek, Nenek, Raja Muda sedang mencari gadis cantik untuk ia jadikan permaisuri. Kami yakin, Putri Bambu cocok untuk menjadi permaisurinya. Kami sudah berkeliling ke beberapa kota dan desa, namun tak ada yang secantik putrimu,” kata salah satu pengawal itu.
“Sekarang, kami berpamitan dulu untuk melapor pada Raja Muda. Nanti, kami akan kembali lagi untuk menjemput Putri Bambu,” kata pengawal yang lain.
Mereka lalu pergi dengan tergesa kembali ke istana Raja Muda. Mereka bercerita tentang gadis cantik yang tinggal di desa di kaki gunung Fuji. Raja Muda sangat gembira mendengar kabar ini.
“Aku harus menjemput sendiri putri cantik itu,” kata Raja Muda. Ia lalu mengajak pengawalnya bergegas ke desa di kaki gunung Fuji.
Sebenarnya, Putri Bambu saat itu sudah tak ada di desa itu. Pada saat pengawal Raja Muda pergi, Putri Bambu berpamitan pada Kakek dan Nenek Fujimoto.
“Aku tak akan pernah lupa akan cinta Kakek dan Nenek padaku. Tapi ini waktunya kita berpisah. Aku harus kembali ke puncak gunung Fuji, karena di sanalah tempatku. Aku adalah Putri Bulan. Kakek dan Nenek jangan bersedih, karena aku akan datang menengok Kakek dan Nenek lagi…”
Sepasang orang tua itu sangat sedih dan menangis. Mereka berusaha menahan Putri Bambu, namun Putri Bambu berkata ia harus pergi. Setelah itu, Putri Bambu pun menghilang.
Ketika Raja Muda dan pengawalnya tiba di rumah Kakek dan Nenek Fujimoto, Putri Bambu sudah tak ada.
Baca Juga: Dongeng Anak: Legenda Bunga Lili Lembah #MendongenguntukCerdas