Para murid mulai menyalakan lilin. Dan mereka sungguh takjub. Mereka melihat pendeta tua guru mereka sedang duduk dalam kegelapan sendirian. Makanan hidangan masih ada di atas meja. Juga selembar kertas bulat yang tertempel di dinding.
"Anak-anakku," katanya, "Kalian sebaiknya segera tidur. Agar tidak terlambat bangun untuk menebang kayu lagi besok pagi."
Mereka semua masuk ke kamar, termasuk Wang. Wang senang melihat kejadian ajaib tadi. Ia bertekad tidak akan pulang ke rumah lagi. Namun, setelah beberapa hari bekerja menebang kayu, ia mulai tidak tahan lagi. Pendeta tua itu belum juga mengajarinya ilmu untuk hidup abadi. Maka, ia memutuskan untuk bertanya.
“Guru, saya sudah bekerja keras selama dua bulan. Hanya menebang kayu dari pagi sampai malam. Tapi, Guru belum juga mengajari saya rahasia hidup abadi.”
“Saya sudah ingatkan. Untuk belajar itu, kau harus kuat, sabar, dan rendah hati. Kau tidak akan kuat. Besok pagi, kau boleh pulang,” kata pendeta tua itu.
"Guru," kata Wang, "Aku sudah bekerja untukmu cukup lama. Tolong ajari saya beberapa sihir sederhana. Misalnya, berjalan menembus dinding. Supaya kedatangan saya ke sini tidak sia-sia."
Pendeta tua itu tertawa dan mengajarkan Wang semacam mantra. Ketika Wang mengucapkannya, pendeta tua itu menyuruhnya berjalan menembus dinding. Wang melihat dinding di depannya dan menjadi ragu.
Pendeta tua itu berseru, “Jangan berjalan lambat dan ragu. Tundukkan kepalamu dan melangkah yang cepat!”
Wang mundur beberapa langkah. Ia lalu melangkah cepat sekali dengan kepala tertunduk. Dinding di depannya itu berhasil ia tembus, dan kini ia berada di halaman biara.
Wang sangat senang dan berterima kasih pada gurunya.
“Jangan sembarangan menggunakan kekuatanmu. Jika kau ceroboh, keajaiban itu tak akan terjadi!” pesan pendeta tua itu.
Baca Juga: Cerita Misteri: Misteri Putri dengan Payung Geulis #MendongenguntukCerdas