Istri dan anak-anak Jen sangat sedih saat menerima peti jenazah Jen. Putra pertama Jen yang bernama Hsiu, baru berusia 17 tahun. Hsiu sangat pandai dan cekatan. Dialah yang mengurus pemakaman ayahnya. Hsiu berterimakasih pada pendeta kuil yang ikut hadir di pemakaman Jen. Sang pendeta sempat menyebut nama Shen Chu Ting dari desa Su Chien, yang meninggalkan mayat ayah Hsiu di kuil.
Enam bulan pun berlalu. Keluarga Jen semakin miskin. Untunglah, Hsiu yang pintar mendapat beasiswa sekolah. Ia berhasil mendapatkan gelar sarjana. Sayangnya, Hsiu suka sekali bermain mahyong dengan orang-orang tua di desanya. Permainan itu perlu strategi dan kecermatan. Mencari lempengan batu yang persegi bergambar sama, di antara tumpukan rapi lempengan batu.
Waktu Hsiu habis untuk bermain mahyong sehingga ia lupa mencari pekerjaan. Ibunya sangat kecewa dan sedih. Hsiu akhirnya sadar dan meminta maaf pada ibunya.
Suatu hari, pamannya yang bernama Chang akan berdagang ke kota besar. Ia mengajak Hsiu ikut berlayar bersamanya. Hsiu senang. Maka, Hsiu pun ikut berlayar bersama Paman Chang.
Beberapa waktu kemudian, mereka tiba di pelabuhan besar di kota Lin Ching. Banyak sekali kapal layar masuk ke pelabuhan itu. Semuanya antri karena muatannya harus diperiksa. Hsiu dan pamannya harus menunggu antrian kapal. Barang dagangan pamannya belum bisa diturunkan.
Malam itu, Hsiu tak bisa tidur di kapal. Terdengar suara ribut dari sebuah kapal di dekat kapal yang Hsiu tumpangi. Hsiu penasaran lalu menyelinap turun dari kapalnya, dan pergi ke kapal yang ribut itu. Ternyata akan ada pertandingan mahyong di kapal itu. Banyak orang mendaftar dan ribut saat mengantre.
Setelah rasa penasarannya hilang, Hsiu bermaksud kembali ke kapalnya untuk tidur. Namun, tiba-tiba ia mendengar sebuah nama disebut sebagai peserta pertandingan mahyong. Mendengar nama itu, Hsiu jadi teringat pada seseorang. Ia melihat, pemilik nama itu ternyata seorang pria berjubah merah keemasan. Sepertinya ia cukup kaya.
Hsiu akhirnya memutuskan untuk ikut pertandingan mahyong itu. Karena sangat ahli bermain mahyong, Hsiu berhasil mengalahkan peserta lainnya satu demi satu. Akhirnya, tinggal satu lawan yang harus dihadapi Hsiu. Dialah pria yang berjubah merah keemasan.
“Kalau aku menang, kau harus memberiku 200 koin perak!” tantang Hsiu.
Pria berjubah merah keemasan itu menerima tantangan Hsiu. Ia yakin bisa menang. Maka, lempengan-lempengan persegi batu mahyong disusun dengan indah. Hsiu dan pria itu lalu mulai bertanding. Setelah satu jam berlalu, akhirnya pria itu kehabisan langkah. Hsiu memenangkan pertandingan.
Baca Juga: Dongeng Anak: Kotaji Sang Ahli Panah #MendongenguntukCerdas
Pria terpaksa menyerahkan 200 koin perak pada Hsiu. Namun, diam-diam ia ingin merampok kembali uang perak itu dari Hsiu yang bertubuh kecil.