Seperti yang sudah dituliskan di atas, satelit buatan manusia adalah mesin yang diluncurkan dengan roket berbahan bakar terbatas.
Artinya, satelit tentu tidak akan bertahan selamanya di ruang angkasa, teman-teman.
Setelah melakukan fungsinya dengan baik, dan kehilangan banyak bahan bakar, satelit dapat menjadi tua, rusak, kemudian mati atau tidak dapat digunakan lagi.
Satelit yang rusak ini akan ditangani dengan cara yang berbeda, menyesuaikan posisi ketinggiannya.
Satelit rusak yang mengorbit lebih dekat dengan Bumi, akan menggunakan bahan bakar terakhirnya untuk memperlambat gerakan sehingga terbakar secara alami di atmosfer.
Sedangkan satelit yang letaknya jauh dari Bumi, akan dibiarkan semakin menjauh dan meledak dengan sendirinya di ruang angkasa.
Satelit juga dapat hancur dengan mudah berdasarkan ukurannya.
Satelit tua berukuran kecil dapat terbakar karena panas dari gesekan udara saat jatuh ke Bumi dengan kecepatan ribuan kilometer per jam.
Namun, satelit berukuran besar tidak akan benar-benar terbakar hingga komponennya mencapai permukaan tanah di Bumi.
Tidak perlu khawatir, komponen satelit rusak dipastikan akan jatuh ke Samudra Pasifik, tempat terjauh dari peradaban manusia.
Jadi, satelit tua dan rusak tetap akan menjadi sampah baik di ruang angkasa maupun di Bumi.
Baca Juga: Bintang Meledak Hasilkan Supernova, Apakah Fenomena yang Berbahaya?