Setiap hari, mereka bisa belajar dengan tenang, jauh dari kemacetan, kebisingan, dan polusi. Mereka adalah teman-teman kita, anak-anak yang tinggal di Desa Kawinda Toi, di kaki Gunung Tambora, Nusa Tenggara Timur.
Berbagai Suku
Di Desa Kawinda Toi, Kecamatan Tambora, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, ada sebuah dusun kecil yang didiami berbagai suku. Dusun itu diberi nama Dusun Soripanihi. Dusun ini belum ada di peta.
Dusun Soripanihi adalah sebuah dusun transmigrasi yang ada sejak tahun 2005. Di sana, tinggal suku Sasak, Jawa, Sunda, Minang, Dayak, juga suku Bima.
Meskipun berasal dari suku yang berbeda-beda, mereka bisa bekerjasama dan kompak karena masing-masing saling menghargai.
Perbedaan bahasa dan budaya justru menjadi semangat persatuan. Dengan perbedaan mereka bisa saling belajar dan memahami bahasa dan budaya suku yang lain.
SDN Air Berlari
Anak-anak transmigran Soripanihi bersekolah di SDN Oi Marai. Dalam bahasa Bima, Oi artinya air, mar berarti yang, dan rai berarti lari. Sehingga Oi Marai berarti sungai yang berlari.
Tentunya, sekolah mereka tidak berlari di atas sungai. Nama itu diambil dari nama sungai berarus deras yang melintas di dekat dusun.
Sungai Oi Marai
Bagi penduduk Soripanihi, sungai Oi Marai merupakan sumber kehidupan. Teman-teman kita di sana memanfaatkan air Oi Marai yang bersih dan segar untuk kebutuhan sehari-hari.
Penduduk memanfaatkan air terjun di hulu sungai untuk menggerakkan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro. Listrik yang dihasilkan pun dibagi-bagi untuk menerangi tiga dusun.