“Seprai dan bantalku jadi kotor!” Tuan Omongkosong melompat dari tempat tidur ke lantai.
“Bagus! Omelanmu bagus!”
“Kini giliranku lagi,“ kata Tuan Omongkosong memandang Dito dengan galak.
“Kenapa kau taruh pakaianmu sembarangan! Lihat, kamarmu jadi acak-acakan!”
Dengan keren Tuan Omongkosong lalu membuat salto di udara.
“Omelanku hebat, ya?” Dito agak tertegun.
“Wah, kau mengomel seperti Mama! Mama kalau mengomel begini: ‘Kau belum tidur?’, ‘Habiskan makananmul', 'Bereskan mainanmul' Huh, menyebalkan!”
Dito sekarang kelihatan agak marah sungguhan. Tuan Omongkosong tertawa terbahak-bahak. “Wah, wah, Dito! Kau pandai mengomel! Tapi kita kan, hanya main-main!”
“O iya, ya!” Dito juga tertawa. Dia hampir lupa kalau mereka hanya bermain. “Sekarang yuk, kita marah-marah?” kata Tuan Omongkosong. “Itu juga asyikl'“
Dito dan tuan Omongkosong saling memandang.“Sudah hampir marah, Tuan Omong-kosong?”
“Hampir! Dan kau, Dito?”“Aku sudah marah betul! Aku begitu marah sampai aku bisa menelan kursi!" kata Dito.
Mendengar itu, Tuan,omongkosong jumpalitan sambil tertawa terpingkal- pingkal. Dito diam, tapi kemudian dia pun ikut tertawa terpingkal-pingkal, sambil berguling-guling di tempat tidur. Kalau sudah begitu mana bisa mereka marah-marah lagi. Tapi tadi asyik juga ya, bisa mengomel- ngomel sebentar.
Dito segera tertidur begitu lampu dipadamkan. Tuan Omongkosong mengusap pipinya sebelum ia menghilang ke balik tirai. Ketika tak lama kemudian, Papa menengok Dito di kamar. Pikir Papa, wah, Dito tampak bahagia dalam tidurnya.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Tineke Latumeten