Cring…cring…cring…seeettt!!! Rusa itu bersembunyi di balik semak-semak. Paras Ayu tercekat. Aneh, kenapa rusa itu bersembunyi? Tiba-tiba… srek… srek… srek… terdengar detap langkah orang mengendap-endap. Tampak seorang pemuda siap melepaskan anak panahnya.
“Tidaaaak!!!” Paras Ayu berteriak. Dia berlari menyeberang sungai. Tapi terlambat, anak panah telah melesat dari busurnya dan melukai tubuh rusa itu.
“Jangan sakiti rusa itu!” pekik Paras Ayu. Dia berlari menghambur memeluk sang rusa, satu-satunya makhluk yang selama ini menemaninya.
Sementara Raden Kusuma terkejut menyaksikan kejadian itu. Di hampirinya Paras Ayu dan rusa itu. Paras Ayu segera merobek kainnya dan membalut luka sang rusa.
Raden Kusuma merasa sangat bersalah. Paras Ayu tak mempedulikan permohonan maafnya. Berhari-hari dia menunggui rusa itu dan merawatnya dengan ramuan akar tumbuhan berkhasiat. Raden Kusuma tak tega meninggalkan gadis yang bersedih itu seorang diri. Dia menemani Paras Ayu merawat rusa itu. Dia juga mencarikan mereka makanan. Tapi Paras Ayu belum bisa memaafkannya. Dia sama sekali tak mau mengajak Raden Kusuma bicara. Raden Kusuma merasa sangat berdosa. Dia bersemadi memohon petunjuk Dewata. Tiba-tiba suatu kejaiban terjadi. Rusa itu berbicara dalam bahasa manusia.
“Untuk menebus dosamu, kau harus merelakan nyawamu!”
Alangkah terkejutnya Raden Kusuma. Betapa mahal hukuman yang harus ditanggungnya. Tapi dengan pasrah dia berkata,
“Baiklah. Akan kujalani hukuman apa pun yang harus kuterima, asalkan rusa itu sembuh dan gadis ini berhenti berduka!”
Glegaarrr!!! Halilintar menyambar. Rusa itu menjelma menyerupai bayangan Larasati.
“Adikku, kau tak akan lagi sendirian. Kini aku dapat beristirahat dengan tenang karena telah memenuhi janjiku!”
Dalam sekejap bayangan itu menghilang seiring suara gemerincing gelang kaki yang menyelinap di balik pokok-pokok pepohonan.
Akhirnya Raden Kusuma membawa Paras Ayu ke istana. Dia telah jatuh cinta pada gadis itu sejak pertama kali melihatnya. Paras Ayu pun telah memaafkannya. Mereka menikah dan hidup berbahagia. Bahkan kini Raden Kusuma mengeluarkan peraturan larangan berburu di Hutan Tritisan.
Tak seorang pun berani melanggar. Sebab… dengarlah! Suara gelang kaki itu sesekali bergemerincing di antara desau angin dan dedaunan. Peringatan bagi para pemburu!
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Dwi Pujiastuti.