Kegemaran yang Langka

By Sylvana Toemon, Rabu, 18 April 2018 | 05:00 WIB
Kegemaran yang Langka (Sylvana Toemon)

Masih tergiang-ngiang di telinganya jawaban kawan-kawannya, "Ih, aku, sih, jijik. Ayam biasanya mencakar di tempat-tempat sampah,” kataYuli.

"Ha, ha, ha, kamu suka makan kaki ayam? Kamu juga suka buntut dan kepala ayam?" goda Dani.

"Ih, amit-amit seperti tak ada makanan lain saja!" kata Ine.

Sepulang sekolah wajah Mimi murung. Latak mengira kegemarannya itu merupakan kegemaran yang langka.

"Sudah pulang, Mi? Itu di panci ada kaki ayam," ujar Ibu.

Mimi menggelengkan kepalanya.

"Lo, ada apa?" tanya Ibu heran. Mimi menceritakan masalahnya, lalu berkata, "Ibu tak pernah bilang kalau banyak orang  tak mau makan kaki ayam!"

Ibu tertawa dan berkata, "Memangnya kenapa? Nah, coba kamu jawab pertanyaan-pertanyaan ini. Lalu, kamu ambil keputusan apakah kamu mau meneruskan atau menghentikan kegemaranmu!"

"Pertama, kalau kamu suka kaki ayam apakah dirimu menjadi rugi?" tanya Ibu.

"Tidak!" jawab Mimi.

"Kedua, apakah sikap kawan-kawanmu berubah setelah mereka tahu kamu suka makan kaki ayam?" tanya Ibu lagi.

"Tidak!" jawab Mimi.

"Ketiga, apakah kalau misalnya si Rita suka makan daun papaya yang pahit, semua anak di kelas harus mengikuti kegemarannya?" Ibu mengajukan pertanyaan yang terakhir.

"Tidak!" jawab Mimi.

"Kalau begitu, ambillah keputusan yang terbaik bagimu!" kata Ibu.

Mimi tersenyum. Hilanglah keraguannya. Ia mengucapkan terima kasih pada Ibu, lalu mengambil mangkuk kosong dan pergi ke dapur. Selanjutnya kamu tahu apa yang dikerjakan Mimi, bukan?

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna