Ketika Pompa Air Rusak

By Sylvana Toemon, Minggu, 25 Maret 2018 | 05:00 WIB
Ketika Pompa Rusak (Sylvana Toemon)

Hari baru pukul lima pagi, tetapi suasana di rumah keluarga Sutrisno sudah ramai.

"Berhubung pompa air rusak, air untuk mandi terpaksa dijatah. Masing-masing boleh memakai air seember untuk mandi pagi ini!" demikian pengumuman yang diberikan Ibu.

"Mudah-mudahan nanti siang Pak Mus bisa datang memperbaikinya dan nanti sore keadaan sudah seperti biasa!" tambah Ayah.

Kak Lisa yang sedang sibuk menyelesaikan tugas gambarnya dengan cat air berkata, "Tak apalah sekali-kali mandi dengan air seember. Namanya juga keadaan darurat. Aku mandi paling belakang. Yang penting gambar ini selesai dulu!"

Roni si bungsu sudah membawa handuk dan pakaian dalam. Ia baru kelas nol dan dengan mata masih mengantuk duduk di bangku menunggu perintah ibu atau kakak-kakaknya. Yang paling ribut adalah Rosa ,yang biasa disebut "Nenek Lampir" karena paling cerewet.

"Mana bisa mandi cuma seember? Memangnya mandi pasfoto. Tidak mungkin bisa bersih. Orang ke sekolah, kan, maunya segar dan bersih. Kalau airnya kurang mana bisa bersih?" la mulai mengomel.

"Dasar  cerewet! Namanya juga keadaan darurat. Harus bisa menyesuaikan diri, dong!" seru Edi,  si sulung yang sudah kelas 3 SMP.

"Biar, aku tidak usah sekolah saja. Buat apa pergi ke sekolah kalau badan tidak bersih?" Rosa mulai ngambek.

"Bu, aku boleh mandi duluan?" tanya Roni.

"Ya, ya, masuklah. Pakai air yang di ember hijau itu, ya? Guyur satu gayung, lalu sabuni badanmu!' pesan Ibu. Roni segera masuk ke kamar mandi.

"Huh, harus diperiksa tuh apa Roni bisa mandi dengan air sedikit. Jangan-jangan punggung dan telinganya masih bersabun!" seru "Nenek Lampir" lagi.

"Tak usah kasih kuliah. Ibu juga pasti periksa!" sambar Iwan yang duduk di kelas 1 SMP.