Misteri Penghuni Hutan Perak

By Vanda Parengkuan, Rabu, 4 April 2018 | 13:00 WIB
Dushan lalu memainkan musik sedih yang menggambarkan kesedihan hatinya karena tak bisa melihat dan bicara. (Vanda Parengkuan)

Di sebuah desa, tinggallah seorang bangsawan dengan anak lelaki bernama Dushan. Dushan disekolahkan di sekolah musik di kota. “Belajarlah yang tekun di kota. Setelah lulus, kembali lagi ke desa ini!” pesan orangtuanya.

Maka Dusham akhirnya pergi ke kota. Ia belajar bermain biola di sebuah sekolah musik ternama. Ia sangat berbakat dan selalu memainkan biolanya. Setiap hari ia bermain biola. Di saat sedang sedih, ia bermain biola sampai kesedihannya hilang. Di saat gembira, ia juga sering main biola sampai gadis-gadis berkeliling menari di sekelilingnya.

Walau sudah ahli bermain biola, Dushan masih merasa belum sukses. Ia belum mau kembali ke desanya. Maka ia pun berpetualang bermain musik dari kota ke kota.  

Suatu hari, ia bosan berada di kota yang bising. Maka Dushan pun pergi ke sebuah hutan di dekat desanya untuk menyepi. Ia melewati jalan setapak sambil mendengar suara burung-burung yang merdu.

Tanpa terasa, malam pun tiba. Bulan muncul di ujung pohon tinggi. Di sekeliling Dushan hanya ada pohon-pohon tinggi. Baru saja Dushan ingin mencari tempat untuk beristirahat, tiba tiba terjadi keajaiban.

Pohon-pohon di sekelilingnya berubah. Daun-daun pohon tinggi yang tadinya berupa bayangan, kini bersinar terang. Dahan-dahannya bercahaya bagai perak.

Dushan lalu melihat ada cahaya api di kejauhan. Ia mendekat. Tampak ada gadis-gadis bargaun panjang menari mengelilingi api. Mereka bersayap. Dushan takut. Ia jadi teringat pada legenda Hutan Perak yang sering diceritakan orang-orang di desanya. Legenda tentang bidadari-bidadari penghuni Hutan Perak. Mereka berwajah cantik, namun menjadi kejam jika merasa diganggu manusia. Dushan tak pernah membayangkan, ia bisa tersesat masuk ke dalam  Hutan Perak.

Dushan terus menatap para bidadari yang sedang menari di sekeliling api. Ia tidak berani lebih mendekat lagi. Namun ia terpesona dan tidak mau pergi.  Akhirnya ia duduk perlahan di bawah pohon oak dan menonton. Ia seperti tersihir dan menunggu apa yang akan terjadi.

Para gadis penari bersayap itu tiba tiba menjauh dari api unggun. Mereka menari di bawah sinar bulan di dekat persembunyian Dushan. Dushan sangat terkejut saat mendengar betapa merdu suara mereka.

“Waaah…” Dushan berseru agak kencang.

Seketika para bidadari cantik berhenti menyanyi. Udara di sekitar berputar karena kepakan panik sayap mereka. Para bidadari mencari pengganggu yang diam-diam masuk ke hutan mereka.

Mereka akhinrya menemukan Dushan di bawah bayangan pohon oak. Mereka mendekat dengan mata menyala marah. Di saat itu juga, tiba-tiba Dushan tidak bisa bicara dan melihat lagi. Dushan merasa dirinya berada di dalam kegelapan. Matanya tidak bisa melihat apapun. Bibirnya pun tak bisa bergerak.

Dushan mengulurkan tangannya seperti meminta tolong dan meminta maaf pada para bidadari. Namun kini para bidadari sudah tidak memerhatikan dia lagi. Mereka sudah kembali menari dan menyanyi. Dushan mulai menangis. Tak ada yang bisa menolongnya untuk keluar dari kegelapan hutan itu.

Tiba tiba Dushan teringat akan biolanya. Maka ia mulai duduk tegak dan memainkan biolanya. Ia memainkan biola sambil membayangkan hutan yang gelap bercahayakan bulan. Dengan musik, ia bercerita tentang merdunya suara para bidadari. Ia lalu memainkan musik sedih yang menggambarkan kesedihan hatinya karena tak bisa melihat dan bicara.

Para bidadari tiba-tiba berhenti menari dan mendengarkan lagu Dushan. Ketika Dushan berhenti memainkan biolanya, para bidadari seketika pergi berpencar. Mereka mencari daun-daun obat untuk mematahkan sihir mereka sendiri.

Salah satu bidadari tampak mengusap ramuan daun di mata Dushan. Ada pula bidadari yang memberinya minum air ramuan. Dushan akhirnya bisa melihat dan bicara lagi.

Para bidadari lalu membawa Dushan ke tempat tinggal mereka. Dushan diangkat menjadi kakak lelaki mereka. Setiap hari, Dushan mengiringi mereka menari dan menyanyi dengan musik dari biolanya.  

Beberapa waktu kemudian, Dushan kembali ke desanya. Kedua orangtuanya senang, karena Dushan sangat pandai bermain biola. Ia mengajari anak-anak desa bermain musik. Penduduk desa pun kagum akan keberanian Dushan masuk ke dalam hutan, dan bisa keluar lagi dengan selamat.

Dushan menyimpan rahasia tentang bidadari-bidadari hutan. Sesekali, ia kembali ke Hutan Perak dan memainkan biola untuk teman-teman bidadarinya.

(Dok. Majalah Bobo / Folklore)