Kambing Hitam

By Sylvana Toemon, Kamis, 10 Mei 2018 | 10:00 WIB
Kambing hitam (Sylvana Toemon)

Pak Abdul setuju dan mereka melaksanakan rencananya.

Malam hari, Pak Abdul dan Pak Rojali mengintai dari ruang tamu rumah Pak Rojali. Untuk mengisi waktu, mereka bermain catur. Jam 12 malam lewat lima menit, terdengar langkah-langkah kaki orang. Tiga orang berpakaian hitam mulai mencabuti pagar. Yang seorang memberi aba-aba dengan gerak tangan. Ketika diamati lebih jelas, Pak Abdul dan Pak Rojali sangat terkejut. Sebab pemberi aba-aba itu ternyata Pak Hasan, orang kaya yang disegani di desa.

Pak Abdul dan Pak Rojali membuka pintu. Ketiga orang yang sedang bekerja itu terkejut dan lari. Namun, Pak Hasan tenang-tenang saja. Ia malah tegak berdiri, menengok ke sekeliling seolah-olah sedang mencari sesuatu.

“Salamat malam, Pak Hasan. Larut malam begini, kok, masih ada di jalan!” tegur Pak Abdul.

“Selamat malam, Pak Rojali, Pak Abdul, Bapak-bapak juga belum tidur?” Pak Hasan balik bertanya.

“Kami asyik main catur. Tapi kami mendengar suara, Eh, rupanya ada tiga orang yang sedang memindahkan pagar batas rumah kami!” jelas Pak Rojali.

“Aku sedang berkeliling mencari kambing hitamku yang hilang. Setiba di sini, kulihat ada tiga orang di halaman kalian. Rupanya mereka takut kepergok olehku dan lari. Tepat pada saat itu kalian juga keluar rumah!” kata Pak Hasan.

Dalam hati, Pak Abdul dan Pak Rojali merasa geli. Karena mereka sudah tahu bahwa Pak Hasan-lah yang memimpin ketiga orang itu. Namun, mereka tidak mau bertengkar.

“Mari, Pak, masuk ke rumah. Minum the dulu atau mau ikut main catur?” Pak Rojali menawarkan.

“Terima kasih! Aku sudah capek mencari kambing hitamku yang hilang. Aku mau pulang istirahat. Biarlah besok kucari lagi!” pamit Pak Hasan. Pak Abdul dan Pak Rojali  saling pandang dan tersenyum penuh arti.

Mereka kemudian berunding dan sepakat untuk melakukan sesuatu. Esok harinya Pak Abdul dan Pak Rojali membeli seekor kambing hitam dan menuntunnya ke rumah Pak Hasan.

“Pak Hasan, ketiga orang semalam itu sangat merepotkan kami. Hampir tiga kali mereka memindahkan pagar batas halaman kami. Untung Pak Hasan memergokinya. Karena Pak Hasan kehilangan kambing, kami mau memberikan kambing hitam ini untuk Pak Hasan,” kata Abdul.

Pak Hasan terkejut, “Oh, terima kasih! Tapi… aku tak pantas menerimanya. Sebenarnya… akulah yang menyuruh orang memindahkan pagar batas halaman kalian. Kalian berdua begitu rukun dan baik hati, sehingga aku iri. Maafkan aku,” Pak Hasan tertunduk malu penuh rasa bersalah.

Suasana hening sejenak. Kemudian Pak Abdul berkata, “Pak Hasan, kami memaaafkan Bapak. Kami juga bersalah sehingga membuat Bapak iri. Mulai sekarang, kami akan mengajak Pak Hasan dalam segala kegiatan di desa ini.”

“Ya, kita bertiga bisa berbuat lebih banyak untuk membantu rakyat desa,” kata Pak Rojali.

Mereka bertiga saling bersalaman. Kambing hitam itu akhirnya disembelih, dijadikan sate dan dibagi-bagikan kepada para penduduk desa.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna.