Misteri Jejak Monster Hutan

By Vanda Parengkuan, Jumat, 16 Maret 2018 | 13:00 WIB
Setelah melihat makhluk itu dari dekat, Putra Serigala Tua baru teringat akan cerita ayahnya dulu. Itulah monster hutan yang ditakuti penduduk desa. (Vanda Parengkuan)

Dahulu kala, hiduplah dua kakak beradik laki-laki. Ayah mereka adalah pahlawan desa yang gugur dalam pertempuran, bernama Serigala Tua. Penduduk desa tidak mau memanggil si kakak dengan nama yang diberikan ayahnya ketika ia lahir. Alasan mereka, karena si kakak belum memiliki prestasi apa pun. Maka mereka memanggil si kakak hanya dengan sebutan Putra Serigala Tua.

Si adik berkaki lumpuh. Ia tidak bisa berburu, namun sangat pandai mengukir kayu. Itu sebabnya, ia tetap dipanggil dengan nama pemberian ayahnya, yaitu Kijang Riang.

Satu hari, Putra Serigala Tua dirampok di hutan. Ia kalah saat melawan para perampok. Putra Serigala Tua pulang ke desanya dengan babak belur. Penduduk desa mengejeknya sebagai pengecut.

Putra Serigala Tua sangat malu. Ia pergi meninggalkan desa itu. Adiknya, Kijang Riang, segera menyusul kakaknya. Mereka membangun gubuk di dekat hutan. Putra Serigala Tua mencari makan dengan berburu di hutan. Sementara adiknya mengukir patung dan mengurusi rumah.

Pada suatu malam, saat tertidur di dekat perapian, Putra Serigala Tua mendengar langkah mengelilingi rumahnya. Ia mengira itu binatang buas. Ia langsung mengambil kayu api dari perapian dan keluar ke halaman rumahnya.

Ia mengibas kayu membara itu di udara. Lidah api pun keluar menerangi malam yang gelap. Tampaklah makhluk bermata menyala merah sedang menatapnya. Karena mengira itu beruang yang berdiri, Putra Serigala Tua melempar kayu api itu ke arah makhluk itu.

Kayu itu mengenai makhluk itu. Ia berteriak meraung dan lari ke arah hutan. Makhluk itu lalu bergelayut dari satu dahan ke dahan lain, masuk ke dalam hutan. Saat itulah Putra Serigala Tua tahu, kalau itu bukan binatang buas.

Paginya, Putra Serigala Tua memeriksa jejak kaki makhluk itu. Karena khawatir adiknya takut, Putra Serigala Tua tidak menceritakan misteri itu. Ia hanya meminta adiknya membuatkan sebilah pedang, karena ia akan berburu di hutan. Tanpa banyak bertanya, Kijang Riang membuatkan sebilah pedang untuk kakaknya.

Esoknya, Putra Serigala Tua pergi ke hutan. Ia terus masuk ke hutan yang paling dalam, melalui jalan kecil yang belum pernah dilaluinya. Ia terus berjalan menerobos tumbuhan yang rapat. Saat senja, ia tiba di sebuah lembah kecil hijau. Ia menggantung mantelnya di dahan pohon, lalu pergi berburu ayam hutan.

Putra Serigala Tua berhasil menangkap seekor ayam hutan.  Ia mengumpulkan ranting, membuat api unggun, dan meletakkan panci di atasnya. Ia memasak sup ayam yang aromanya menyebar di udara.   

Ia lalu duduk diam agak jauh dari api unggun. KREK! Tiba tiba terdengar bunyi ranting diinjak. Lalu terdengar lagi bunyi seperti orang mengendus-endus. Putra Serigala Tua tetap diam tak bergerak.

Sesosok makhluk tampak melangkah mendekati api unggun. Ketika ia masuk ke lingkaran cahaya api unggun, barulah Putra Serigala Tua tahu kalau itulah makhluk yang datang ke rumahnya. Setelah melihat makhluk itu dari dekat, Putra Serigala Tua baru teringat akan cerita ayahnya dulu. Itulah monster hutan yang ditakuti penduduk desa.

Monster hutan berbulu tebal. Pundaknya lebar seperti gorila. Ia memakai kalung yang terbuat dari tanduk. Menurut cerita Serigala Tua, kalung itu adalah sumber kekuatan monster hutan.

Monster itu mendekat ke api unggun sambil terus mengendus. Matanya memang buram dan hanya bisa melihat dari jarak dekat. Putra Serigala Tua sembunyi di bawah bayangan pohon.

Monster itu mendekat ke api dan mengendus aroma sup lezat. Tanpa sengaja,  tangannya masuk ke panci berisi sup mendidih. Ia berteriak kesakitan dan mengira ada yang menggigitnya. Monster itu langsung mengamuk ke sekeliling. Ia melihat samar-samar ke mantel yang tergantung di dahan dan mengira itu musuhnya. Ia langsung menyambar mantel itu lalu merobek-robeknya.

Putra Serigala Tua sadar, ia tak bisa mengalahkan makhluk itu. Namun ia teringat cerita ayahnya dulu bahwa monster hutan suka mendengar nyanyian. Maka, ia pun mulai menyanyi.

Monster hutan melihat ke  arah Putra Serigala Tua dengan tertegun. Amarahnya mereda. Ia pun duduk dan mendengarkan lagu dengan tenang. Namun saat Putra Serigala Tua berhenti menyanyi, monster itu mengamuk lagi. Terpaksa ia terus menyanyi.  

Api unggun kini semakin kecil dan harum sup tidak tercium lagi. Angin berubah arah dan bertiup ke  arah Putra Serigala Tua. Sementara itu, Putra Serigala Tua tak kuat lagi menyanyi. Ia terbatuk-batuk.

Monster hutan berdiri dan  mulai menyerang lagi dengan kekuatannya yang besar. Putra Serigala Tua segera berlari ke dekat sebatang pohon besar yang kokoh. Lalu sembunyi di baliknya.

Monster itu mengira batang pohon itu adalah Putra Serigala Tua. Ia berlari cepat dan menabrakkan diri ke batang pohon itu. Monster itu jatuh terduduk. Putra Serigala Tua tak mau menyia-siakan kesempatan. Dengan pedangnya, ia mencongkel kalung si monster hingga putus dan terlontar agak jauh. Putra Serigala Tua langsung mengambil kalung itu.

Monster hutan itu masih terduduk di tanah, tak percaya kalau lawannya sangat kuat. Ia tetap tidak tahu kalau ia telah menabrak pohon kokoh. Di saat yang sama, ia juga terkejut karena kalungnya tak ada lagi. Karena merasa sumber kekuatannya hilang, monster hutan itu bergegas lari, melompat dari dahan ke dahan, dan hilang dalam kegelapan hutan.

Putra Serigala Tua membawa pulang kalung tanduk itu. Kijang Riang menyambutnya dengan gembira. Setelah makan malam bersama, kedua kakak adik itu duduk di perapian. Putra Serigala Tua menyerahkan kalung tanduk yang sudah putus itu pada adiknya dan berkata,

“Dulu aku kehilangan pedangku. Tapi hari ini, aku melakukan sesuatu yang hebat. Tolong buatkan kalung yang pas untukku dari bahan ini, adikku. Dan mulai hari ini, namaku adalah Beruang Besar. Itulah nama yang diberikan Ayah ketika aku lahir. Biarlah penduduk desa juga tahu,” kata Beruang Besar.

(Dok. Majalah Bobo /Folklore)