Dahulu kala, hiduplah seorang bangsawan kaya. Ia ingin sekali puteranya mendapat pendidikan yang terbaik. Putera saudagar itu bernama Eduardo. Bangsawan itu memberikan banyak uang pada Eduardo, dan mengirimkannya ke negeri lain untuk belajar bahasa asing.
Eduardo pun pergi ke luar negeri untuk belajar bahasa asing. Beberapa tahun kemudian, ia pulang kembali ke rumah ayahnya. Namun, Eduardo ternyata hanya mempelajari bahasa anjing. Ayahnya sangat marah dan mengusir Eduardo dari rumah. Ayahnya menganggap Eduardo hanya menghambur-hamburkan uang.
Eduardo akhirnya pergi mengembara dari satu desa ke desa lain. Pada suatu hari, ia melewati sebuah desa yang berada di tepi hutan. Di jalan desa itu, tampak beberapa warga desa yang sedang bercakap dengan serius. Ketika melihat Eduardo, seorang bapak menghampirinya.
“Nak, jangan masuk ke hutan di sekitar desa ini, ya!”
“Kenapa, Pak?” tanya Eduardo heran.
“Di hutan sekitar desa kami ini, ada segerombolan anjing. Mereka selalu menggigit warga desa yang masuk ke hutan. Sudah banyak warga desa ini yang menjadi korban,” cerita bapak itu.
Mendengar cerita itu, Eduardo malah penasaran. Ia malah berjalan terus dan masuk ke hutan itu. Warga desa itu sangat ketakutan melihatnya.
Di dalam hutan, Eduardo bertemu dengan para anjing hutan yang tampak ganas. Mereka menggonggong, siap menggigit Eduardo jika Eduardo berani masuk terus ke hutan.
“Mengapa kalian melarang warga desa masuk ke hutan?” tanya Eduardo dalam bahasa anjing.
“Penyihir Sakti menugaskan kami menjaga peti harta karunnya. Kami harus menjaga hutan ini agar tidak dimasuki siapapun. Peti itu dikubur di tengah hutan,” jelas seekor anjing hutan.
“Sekarang, Penyihir Sakti itu pergi ke mana?” tanya Eduardo.
“Dia sudah meninggal. Tapi kami masih terikat janji untuk menjaga hartanya. Kecuali ada orang yang membebaskan kami dari janji itu,” kata anjing hutan yang lain.
Eduardo berpikir sejenak. Ia lalu mendapat ide.
“Kalau begitu, biarlah aku yang membebaskan kalian. Sekarang, kalian tak perlu menjaga peti harta karun ini lagi. Kalian pindahlah ke hutan lain dan hidup bebas di sana,” bujuk Eduardo.
Betapa senangnya anjing-anjing hutan itu. Mereka sudah bosan karena terlalu lama berada di hutan itu menjaga peti yang dikubur. Anjing-anjing itu lalu pergi jauh dari hutan itu dengan hati riang. Eduardo juga senang, karena anjing-anjing itu tidak akan mengganggu warga desa lagi.
Eduardo lalu menggali tanah tempat peti si penyihir dikubur. Ia membawa semua harta itu ke rumah ayahnya. Ayahnya sangat terkejut. Kini ayah Eduardo baru sadar, ilmu bahasa yang dipelajari Eduardo ternyata ada gunanya.
Teks: Olive
Dok. Majalah Bobo