Kuningan

By Sylvana Toemon, Rabu, 9 Mei 2018 | 05:00 WIB
Kuningan (Sylvana Toemon)

Sri sudah bersiap-siap berangkat ke sekolah ketika melihat Ibu membuka satu per satu jari-jarinya yang terkatup. Sri menebak Ibu sedang menghitung hari. Benar saja, Ibu menoleh ke arahnya dan berkata, "Hari raya Kuningan tinggal enam hari lagi. Mulai besok akan berdatangan pesanan canang dan renggina untuk kita. Ah, Ibu lihat dulu, renggina sisa Galungan masih banyak tidak."

Sri tidak menunggu Ibu melihat kaleng besar penyimpanan renggina ketika dua kawannya datang menjemput. Ia berseru berpamitan kepada Ibu sembari berharap masih banyak renggina di dalam kaleng. Kalau bisa, ada sedikit pesanan di hari raya kali ini. Dengan demikian, ia tak akan begitu sibuk membantu Ibu dan ada waktu untuk jalan-jalan bersama kawan-kawannya.

"Bagaimana?" tanya Eka, salah satu kawannya, ketika mereka melangkah ke jalan.

"Aku tak bisa memastikan," jawab Sri. "Pesanan mulai berdatangan besok. Aku tak bisa mengira sesibuk apa nanti."

"Bisa-bisa kau tak ikut kami!" tukas Ardani, kawan Sri yang satu lagi.

Sri menggumam tak jelas menanggapi kegusaran kawannya itu. Setiap hari raya tak pernah ia benar-benar berlibur. Pekerjaan ibunya yang menerima pesanan kebutuhan canang dan kue Bali untuk banten membuat mereka sibuk menjelang hari raya. Tentu Sri tak tega meninggalkan ibunya bekerja seorang diri. Tetapi keinginan hatinya untuk menerima ajakan Eka untuk menginap di desanya selama dua hari semakin kuat saja.

Sepanjang perjalanan ke sekolah hati Sri bimbang. Apalagi kedua kawannya mengusiknya agar menentukan pilihan. Bahkan ketika pulang ke rumah pun ia belum mengambil keputusan. Wajahnya semakin kusut. Sementara Ibu menyambut kepulangannya dengan keriangan hati yang tak tersembunyikan.

"Ibu Wayan dan Ibu Kadek mampir kemari tadi. Mereka memesan renggina dan sampian gantung. Ibu hitung sisa renggina di dalam kaleng bisa memenuhi pesanan mereka. Ibu telah menggorengnya tadi pagi," kata Ibu.

"Berarti berapa kilo lagi kita bikin renggina, Bu?" Sri bertanya sembari masuk ke kamarnya. Dari jendela kamarnya, Sri melihat hamparan renggina yang dijemur di atas balai-balai di halaman belakang. Berarti sepanjang pagi tadi ibunya menghabiskan waktu dengan membuat jajan Bali itu. Sri mengagumi kegesitan ibunya bekerja.

"Ibu telah membeli lima kilo ketan tadi pagi. Ibu baru bikin dua setengah kilo untuk renggina putih. Besok Ibu bikin yang warna coklat," terdengar jawaban ibunya.

"Aku saja yang bikin, Bu," kata Sri. la cukup mahir membuat renggina. Dan, ia paling senang saat mencetak ketan yang telah dikukus menjadi bentuk kotak atau bundar.

"Ibu sajalah," sahut Ibu. "Ibu kerjakan pagi, biar siang bisa dijemur. Kamu bantu Ibu menggorengnya saja, Sri."