Siang sebelum pulang, Bu Magda memberi tugas mengarang. Temanya tentang ayah. Bu Magda ingin anak-anak menuliskan pekerjaan yang dilakukan oleh ayah masing-masing. Hasil karangan itu untuk dibacakan di depan kelas.
Tugas Bu Magda kali ini membuat Asih gelisah. Bukan karena Asih tak bisa mengarang. Di kelasnya, Asih terkenal jago mengarang. Namun tugas ini akan membuat ia diolok-olok Ita dan Rini. Apalagi Ita, yang tidak bisa menerima kenyataan kalau nilai-nilainya lebih rendah dari Asih.
"Asih itu mestinya tahu diri, dong. Ibunya, kan, sudah diizinkan papaku kerja sebagai pembantu di rumah kami. Berani-beraninya dia bersaing denganku!" gerutu Ita suatu ketika.
Apa yang dikhawatirkan Asih pun terjadi. Ketika pulang sekolah, Ita dan Rini menghampirinya. Asih menguatkan hatinya untuk menghadapi mereka.
"Hei, Sih. Kamu mau nulis apa tentang ayahmu?" tanya Ita sinis.
"Pagi-pagi ketika orang lain berangkat kerja, Ayah malah pergi memunguti sampah ..." ledek Rini seolah sedang membacakan sebuah karangan.
Asih ingin sekali membalas ejekan mereka. Namun ia memilih untuk diam saja. Asih tidak ingin ibunya ditegur Pak Suryo, ayah Ita, jika ia bertengkar dengan Ita. Lagipula, rumah Pak Suryo yang terletak di Perumahan Sari Wijaya no 4-A, adalah pelanggan jasa angkutan sampah bapak Asih.
Setiba di rumah, Asih tidak kuat lagi. Ia menelungkupkan badan di balai-balai kamarnya, lalu menangis diam-diam. la tak ingin ayah ibunya tahu. Ia tak ingin membuat orang tuanya yang tercinta ikut menanggung kesedihannya.
Asih tidak punya pilihan lain, kecuali menghadapi kenyataan. Ia harus membuat karangan tentang pekerjaan ayahnya, dan membacakannya nanti di depan kelas.
Hari yang mendebarkan itu akhirnya tiba juga. Bu Magda meminta anak-anak membacakan hasil karangan di depan kelas. Ita mengarang tentang papanya yang sering bolak-balik Jakarta - Surabaya untuk mengurus bisnis real estate. Rini menulis tentang ayahnya yang seorang reporter stasiun televisi. Ayah Rini sering pergi meliput ke luar negeri. Murid-murid lain bercerita tentang pekerjaan ayah mereka yang hebat-hebat. Akhirnya tibalah giliran Asih.
Ketika ia melangkah ke depan kelas, Ita berbisik, "Ayahku seorang raja sampah... hihihi...."
Rini yang duduk sebangku dengan Ita ikut tertawa terkikik-kikik. Asih tak menghiraukan ejekan itu. Dengan mantap ia membaca karangannya...