Hadiah yang Aku Mau

By Putri Puspita, Senin, 29 Mei 2017 | 02:51 WIB
Hadiah yang aku mau (Putri Puspita)

Sudah hampir seminggu, Ibu tidak bisa pergi berjualan. Ibu demam dan lemas. Ibu bilang tulang-tulangnya terasa ngilu. Bunga-bunga dagangan Ibu yang biasanya dijual di pasar juga sudah busuk dan tidak bisa dipakai.

Rani sangat khawatir dengan kondisi ibunya. Beberapa hari yang lalu sudah ke puskesmas tapi pagi ini kondisi Ibu belum membaik.

“Bu, Rani ten masuk nggih (tidak bersekolah). Rani mau jaga Ibu di rumah aja,” kata Rani.

“Jangan Ran, kamu harus sekolah supaya pinter. Ibu bisa sendiri kok di rumah,” jawab Ibu. “Ayo mandi Ran, nanti terlambat,” kata Ibu sambil menuntun Rani ke kamar mandi.

Rani sangat sayang pada ibunya. Selama ini mereka hanya tinggal berdua. Baru kali ini Ibu sakit sampai berhari-hari, biasanya hanya pusing sebentar. Hal inilah yang membuat Rani begitu khawatir.

Namun, Rani tidak ingin membuat Ibu kecewa, jadi ia tetap berangkat ke sekolah seperti yang diminta oleh Ibu. Dari perjalanan ke sekolah hingga di dalam kelas, Rani selalu memikirkan Ibunya. Ia tidak bisa berkonsentrasi belajar.

“Ran, kok sedih terus dari tadi?” tanya Bu Guru Mika.

“Ibu sakit sudah seminggu Bu,” jawab Rani.

“Sakit apa Ran? Sudah ke dokter?” tanya Bu Mika.

“Sebenarnya Rani nggak tau Bu nama sakitnya, tapi Ibu lemas sekali. Sudah pernah ke puskesmas Bu, tapi belum membaik padahal obatnya sudah mau habis.”

“Hoo begitu, sepertinya perlu ke dokter lagi ya Ran,” kata Bu Mika.

Rani pun ingin pergi ke dokter lagi bersama Ibu, tapi pasti Ibu menolak karena sisa tabungan sedikit dan tidak ada pemasukan sejak ibu istirahat berjualan lagi.

Rani kembali ke rumah dan segera memeluk ibunya. Badan Ibu masih terasa hangat. Walaupun lemas, Ibu tetap memasak makan siang untuk Rani. Mereka pun makan berdua. Ia makan sangat sedikit dan bergegas tidur karena merasa pusing. Ketika Ibu tidur, Rani cepat-cepat pergi ke pasar. Ia bertekad akan berjualan sore ini untuk mendapatkan uang ke dokter.

Sesampainya di pasar, Rani bingung harus apa. Biasanya ketika ia menemani Ibu berjualan bunga, di tempat itu sudah ada beberapa karung bunga yang siap dijual untuk membuat canang (sarana persembahyangan umat Hindu di Bali). Namun, ketika sampai di pasar, tempat itu bersih taka ada karung-karung bunga.