Uji Keberanian

By Sylvana Toemon, Minggu, 6 Mei 2018 | 13:00 WIB
Uji Keberanian (Sylvana Toemon)

Sepulang sekolah, Umar dan Yadi melewati Gedung Budaya. Rupanya ada pameran seni rupa. Di halaman gedung berdiri sekelompok patung tentara yang sedang melangkah dengan kaki kanan diayunkan ke depan. Masing-masing menggendong mayat. Patung-patung itu tampak hidup.

"Pandai sekali perupa ini!" puji Umar.

"lya, kalau malam hari lewat sini dan orang tidak tahu ada pameran, pasti orang akan sangat terkejut!" kata Yadi sambil senyum penuh arti.

"Nanti malam aku akan mengajak Pino dan Mul ke sini. Aku suruh mereka berjalan sendiri. Kalau tidak takut, aku akan traktir mereka mi rebus! Kamu ikut saja. Kita saksikan wajah mereka yang pucat dan lari terbirit-birit ketakutan!" Yadi menjelaskan idenya.

Dalam hati Umar kurang setuju.

"Maaf, aku tak bisa. Nanti malam aku disuruh Ibu membayar uang arisan ke rumah Tante Eni!" Umar mengelak.

"Ya sudah, aku saja sendiri!" kata Yadi.

Malamnya, Mul dan Pino sudah berada di ujung jalan Gedung Budaya. Suasana jalan itu memang gelap karena tak ada penerangan lampu jalan dan sepi karena pada malam hari jarang dilalui orang dan kendaraan. Namun, di depan Gedung Budaya ada lampu.

"Ini namanya uji keberanian. Tugas kalian hanyalah jalan dari sini ke ujung jalan, lalu kembali lagi. Kalau berhasil, kalian akan kutraktir mi rebus!" kata Yadi. "Jalannya sendiri, bukan berdua!"

"Baik, aku duluan saja!" kata Mul. "Siapa takut?"

"Silakan," kata Yadi. Hatinya berdebar-debar menantikan adegan lucu yang akan dilihatnya.

Mul melangkah maju. Yadi dan Pino menyaksikannya. Di depan Gedung Budaya tiba-tiba Mul berteriak.