Anak perempuan itu bernama Kezia. Mita ingin mengenalnya walau mereka tidak sekelas. Mita bahkan ingin juga bermain di rumah Kezia. Wajah Kezia sebenarnya biasa saja. Hidungnya agak pesek, bibirnya tebal, badannya agak gemuk. Namun, menurut Mita, Kezia sangat menarik.
Mata Kezia bening bagai telaga. Wajahnya pun selalu dihiasi senyum ramah. Rambut ikalnya rapi dikuncir satu dan diberi hiasan. Kukunya selalu terpotong rapi. Seragam putihnya bersih dan mencolok bila dibandingkan dengan seragam anak lainnya.
Suatu hari, keinginan Mita terkabul. Seusai sekolah, Kezia mendekatinya dan bertanya, "Hari ini, jadi main ke rumahku, kan?"
"Tentu saja, kalau kamu tak keberatan!" Mita berbasa-basi.
Kezia tersenyum manis.
"Bukan saja tak keberatan, tapi kamu wajib datang ke rumahku. Sebab kamu sudah janji. Ibu sudah memasakkan sayur asam untukmu!" kata Kezia.
Mita dan Kezia naik bus dan turun di sebuah halte. Lalu mereka masuk ke sebuah gang dan akhirnya tiba di depan sebuah rumah kecil.
"Nah, inilah rumahku. Kecil mungil. Kalau datang tamu sepuluh orang, sebagian harus duduk di lantai!" kata Kezia.
"Wow, rapinya!" seru Mita kagum.
Di halaman rumah yang sempit jtu ada taman kecil, kolam ikan berbentuk hati, lampu taman, rumput halus, bunga mawar, dan beberapa tanaman hias. Kezia memasukkan anak kunci untuk membuka pintu. Mereka masuk ke ruang tamu.
Ruang tamu rumah Kezia juga kecil, tetapi sangat nyaman. Ada teve, meja dengan taplak indah dan vas bunga. Di dinding hanya tergantung kalender dan foto keluarga serta sebuah whiteboard kecil. Ada berbagai catatan di sana: Masak untuk Mita, rendam seragam dengan pemutih, telpon Oma, sikat bak kamar mandi, rapat lingkungan, kuras kolam ikan.
"Waaaaah, namaku tercantum di sana!" seru Mita kagum.