Kesultanan Asahan, Sejarah Islam di Sumatera Utara

By willa widiana, Selasa, 20 Juni 2017 | 22:24 WIB
Kesultanan Asahan, Sejarah Islam di Sumatera Utara (willa widiana)

Dikuasai Belanda

Pada tanggal 12 September 1865, Kesultanan Asahan berhasil dikuasai Belanda. Sejak itu, kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Belanda. Kekuasaan pemerintahan Belanda di Asahan/Tanjung Balai dipimpin oleh seorang Kontroler. Kekuasaan ini diperkuat dengan Gouverments Besluit atau Keputusan Gubernur bertanggal 30 September 1867, Nomor 2. Isi keputusan ini adalah tentang pembentukan Afdeling Asahan yang berkedudukan di Tanjung Balai dan pembagian wilayah pemerintahan dibagi menjadi tiga, yaitu Onder Afdeling Batubara, Onder Afdeling Asahan, dan Onder Afdeling Labuhan Batu.

13 sultan

Sampai sekarang Kesultanan Asahan sudah memiliki 13 orang Sultan yang berkuasa. Sultan terakhir lebih merupakan Kepala Keluarga dari kerabat kerajaan yang masih ada. Sultan Asahan I, Sultan Abdul Jalil, adalah putera Sultan Iskandar Muda dari Kesultanan Aceh yang menikah dengan Siti Ungu Putri Berinai (Siti Unai), puteri Raja Halib (al-Marhum Mankat di-Jambu), dari Pinangawan.

Kebudayaan Islam

Pengaruh kebudayaan Islam di Kesultanan Asahan sangat kuat. Karena itu kehidupan keagamaan berkembang cukup baik. Bahkan, ada seorang ulama terkenal yang lahir dari Asahan, yaitu Syeikh Abdul Hamid. Ia lahir tahun 1880 (1298 H), dan wafat pada 18 Februari 1951 (10 Rabiul Awal 1370 H). Datuk, nenek, dan ayahnya berasal dari Talu, Minangkabau. Syekh Abdul Hamid belajar agama di Mekkah, karena itu ia sangat disegani oleh para ulama zaman itu.

Dalam perkembangannya, murid-murid Syekh Abdul Hamid kelak mendirikan organisasi Jamiyyatul Washliyyah. Sebuah organisasi yang berbasis pada aliran sunni dan mazhab Syafi'i. Dalam banyak hal, organisasi ini memiliki persamaan dengan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) yang didirikan oleh para ulama Minangkabau.

Adanya banyak persamaan ini, karena para ulama tersebut saling bersahabat baik sejak mereka menuntut ilmu di Mekkah. Pandangan para tokoh agama ini sangat berbeda dengan paham reformis yang dibawa oleh para ulama muda Minangkabau, seperti Dr. Haji Abdul Karim Amrullah. Oleh sebab itu, sering terjadi polemik di antara para pengikut kedua paham yang berbeda ini.

Madrasah Ulumul Arabiyyah

Di paruh pertama abad ke-20, sekitar tahun 1916, di Asahan telah berdiri sebuah sekolah yang disebut Madrasah Ulumul Arabiyyah. Sebagai direktur pertama, ditunjuk Syekh Abdul Hamid. Dalam perjalanannya, madrasah Ulumul Arabiyah ini kemudian berkembang menjadi salah satu pusat pendidikan Islam yang penting di Asahan, bahkan termasuk di antara madrasah yang terkenal di Sumatera Utara, sebanding dengan Madrasah Islam Stabat, Langkat, Madrasah Islam Binjai dan Madrasah al-Hasaniyah Medan. Di antara ulama terkenal lulusan sekolah Asahan ini adalah Syeikh Muhammad Arsyad Thalib Lubis (1908-1972).

Buku-buku

Pengaruh Kesultanan Asahan terhadap sejarah perkembangan Islam di Sumatera Utara memang kuat. Terbukti, dari peninggalan tertulis warisan Kerajaan Asahan, semua berkaitan dengan buku-buku di bidang keagamaan yang dikarang oleh para ulama untuk kepentingan pengajaran. Berikut ini beberapa buah buku yang dikarang oleh Syeikh Abdul Hamid di Asahan, yaitu Ad-Durusul Khulasiyah, Al-Mathalibul Jamaliyah, Al-Mamlakul `Arabiyah, Nujumul Ittiba, Tamyizut Taqlidi Minal Ittiba, Al-Ittiba, Al-Mufradat, Mi`rajun Nabi.

Foto: hermanangkola.wordpress.com