Relawan yang Bahagia

By Putri Puspita, Kamis, 29 Juni 2017 | 04:09 WIB
Mata Rara tidak berkedip menonton berita betapa besarnya banjir yang melanda daerah yang akan dituju Kak Eko. (Putri Puspita)

Rara melihat kakaknya sibuk sekali mengemas pakaian. Semuanya dilakukan dengan terburu-buru.

“Kakak mau kemana?” tanya Rara.

“Kakak mau ke pengungsian korban banjir, Dik. Itu tuh yang beritanya tadi kita tonton,” jawab Kak Eko.

“Hah? Kan, bahaya, Kak. Kenapa Kakak pergi kesana?” tanya Rara.

“Siapa tahu ada yang Kak Eko bisa lakukan untuk orang-orang disana,” jawab Kak Eko sambil mengusap-usap kepala Rara.

Mereka pun keluar kamar Kak Eko menuju ruang tengah.

Rara masih bingung dengan kebiasaan Kak Eko, kakak satu-satunya, dan kelarga satu-satunya yang ia miliki saat ini. Bukan pertama kalinya Kak Eko pergi ke tempat pengungsian banjir, gempa, tanah longsor, kebakaran, dan lain-lain.

“Mbak, titip Rara, yaa,” kata Kak Eko kepada Mbak Sumi yang sudah menemani mereka bertahun-tahun.

“Dek Rara, Kak Eko pergi dulu yaah. Besok siang akan kembali dan kita bisa membaca cerita sama-sama lagi,” kata Kak Eko.

Rara hanya tersenyum dan mengangguk. Sampai di dekat pintu gerbang, tiba-tiba Rara berteriak,”Kalau Rara sudah besar, Rara mau ikut Kakak, yaa!”

“Pasti Ra!” teriak Kak Eko sambil pergi dengan ojek.

Siang itu, Rara makan ditemani Mbak Sumi. Rara memilih makan di depan televisi dan menonton berita tentang banjir. Hanya ini yang bisa ia lakukan untuk tahu seperti apa tempat yang akan kakaknya datangi.

Mata Rara tidak berkedip menonton berita betapa besarnya banjir yang melanda daerah yang akan dituju Kak Eko.