Pagi yang cerah, Cendan bernyanyi dengan riang. Setiap orang yang lewat, terpesona dengan suara Cendan, ditambah lagi dengan ekornya yang indah.
“Ah, Cendan memang burung cenderawasih yang beruntung,” kata Bura, si Beruang, sambil berjalan melewati pepohonan.
Cendan dengan lihai mengibaskan ekornya ke sana ke mari sambil bernyayi.
“Halo Hari,” kata Cendan melihat Hari, si harimau.
“Hai Nda, bahagia sekali kau hari ini,” kata Hari.
“Aku senang karena langit cerah, warna hijau pohon jadi lebih berkilau,” kata Cendan.
“Jalan dulu, ya,” kata Hari sambil meninggalkan Cendan.
Sudah lama Cendan tidak merasakan langit yang cerah. Biasanya hujan selalu turun sepanjang hari. Baru hari ini langit berbagi warna biru lagi. Cendan merasa ini adalah waktu yang tepat untuk terbang berkeliling hutan. “Pasti hutan sangat indah jika dilihat sambil terbang,” kata Cendan sambil bersiap-siap.
Cendan memulai perjalanannya. Senyumnya tak pernah hilang karena ia sangat bahagia menikmati keindahan hutan. Kadang ia hinggap di dahan dan bertukar sapa dengan hewan-hewan yang lewat. Cendan memang cenderawasih yang ramah.
Cendan memilih beristirahat sebentar di sebuah pohon dekat danau. Ia memilih dahan yang menjulur ke danau. Tak lama kemudian, Cendan mendengar suara tangisan. Suaranya samar-samar. Cendan mengalihkan pandangan kesana kemari untuk mencari suara tangisan itu. Sampai akhirnya ia melihat seekor semut hitam di atas daun teratai.
“Hai semut, kenapa kamu menangis?” tanya Cendan penasaran.
“Aku tersesat, hiks hiks,” kata semut itu.
“Tersesat? Memangnya kamu mau ke mana?” tanya Cendan.
“Kemarin aku pergi berjalan-jalan dengan keluargaku, tapi hujan badai tiba-tiba datang dan ada air deras yang mengalir ke arah kami. Kami pun terpisah dan aku sekarang sudah ada disini, di tempat yang aku tidak kenal,” kata semut.
“Oh, malang sekali nasibmu. Aku berharap bisa membantu. Oh ya, nama kamu siapa?” tanya Cendan.
“Namaku Seta,” jawab semut hitam.
“Namaku Cendan. Mungkin aku bisa membantumu. Apa kamu ingat tempat terakhir kalian bersama?’ tanya Cendan.
Seta sangat lega akhirnya ada yang mau membantu. Sudah beberapa jam ia diam di danau dan tidak ada hewan yang terlihat lewat.
“Terima kasih, Cendan. Seingatku, di tempat itu ada banyak bunga, seperti taman,” kata Seta dengan wajah sedih. “Bunganya warna-warni, indah sekali, banyak burung yang bernyanyi juga,” tambah Seta.
“Taman …. bunga warna-warni, burung bernyanyi. Oh! Aku tahu! Ayo kita ke sana!” kata Cendan bersemangat.
Wajah Seta yang sedih, terlihat lebih ceria. Seta segera naik ke badan Cendan. Mereka pun terbang bersama. Di sepanjang perjalanan, Seta bercerita betapa khawatirnya ia dengan keluarga yang ia sayangi. Cendan sangat mengerti perasaan Seta.
“Sebentar lagi kita sampai,” kata Cendan. Senyum Seta mulai mengembang lagi.
“Nah ini……” belum selesai Cendan bicara, ia sendiri sudah kaget. Taman bunga di tengah hutan yang dulunya begitu indah, sekarang sudah hancur. Tidak ada bunga warna-warni apalagi burung bernyayi. Mungkin karena hujan badai dan banjir. Cendan bingung harus mengatakan apa pada Seta.
Seta yang melihat kondisi taman itu merasa sangat sedih. Ia akhirnya menangis lagi. Seta semakin khawatir. “Ya ampun, bagaimana ini, kemana keluargaku?” Seta pun menangis.
“Mungkin bukan taman yang ini. Ayo kita cari ini,” kata Cendan berusaha menghibur Seta walaupun ia belum tahu dimana letak taman bunga yang lain.
Cendan mulai terbang lagi tanpa arah. Ia berusaha menghibur Seta, tetapi tak berhasil membuatnya tertawa.
Setelah terbang beberapa lama, Cendan menyadari kalau Seta tertidur.
“Pasti Seta lelah,” kata Cendan.
Ia pun memutuskan membawa Seta ke rumahnya untuk beristirahat. Dalam hati Cendan berjanji akan membantu Seta untuk mencari keluarganya. Ia sudah pernah sedih karena kehilangan keluarganya beberapa bulan lalu.
"Aku akan membantu Seta," kata Cendan sambil terbang mendekati sarang.