“Tidak, biarkan aku pergi. Kamu jaga api itu agar tidak padam” tolak Simon.
Akan tetapi, Simon tidak kembali. Walaupun Harry mencarinya, salju-salju itu menutupi jejak kakinya.
Seekor tupai terbaring seperti mati. Itu Simon! Tidak ada yang bergerak melainkan salju yang tertiup angin itu.
“Waduh-waduh..” kata seekor burung hantu dari jendela loteng sebuah gudang. “Aku harus menolongnya”. Si burung hantu menggerakkan tubuh Simon. Tubuhnya terdiam kaku. Burung hantu tersadar kalau ia tidak bisa mengangkat Simon sendiri.
“Hey kecil, mari kesini dan bantu aku!” panggil si burung hantu.
Si burung hantu kecil pun terbang kearah mereka, dan membawanya ke gudang kosong yang berdebu itu. Di sana ia menggosokkan sayapnya yang berwarna merah velvet ke tubuh Simon sampai hangat.
“Terima kasih!” kata Simon dengan penuh syukur. “Aku merasa lebih baik. Sekarang aku harus kembali ke rumah”.
“Tubuhmu sudah lemah, kamu tidak akan berjalan sendirian. Aku akan menemanimu”.
Simon kembali ke rumah ditemani oleh si burung hantu, dan diikuti burung-burung lain yang cemas akan dia.
“Akhirnya kamu sampai. Kamu tidak tahu betapa cemasnya kami!” kata para burung. Simon beristirahat di perapian. Dia sadar dia tidak melihat temannya si landak.
“Dimana Harry?” tanya Simon.
“Dia sedang mencarimu keluar” kata para burung.
Tidak lama kemudian, Harry sampai dirumah. Tubuhnya tertutup penuh oleh salju. Ia melihat Simon dan menangis,
“Akhirnya kamu sampai! Aku mencarimu!”. Lain kali jangan pergi di cuaca seperti ini, Simon.” Kata si burung hantu.
“Baiklah, sepertinya aku akan menetap disini dan bernyanyi bersama mereka siang dan malam. Dan di musim semi nanti, aku akan kembali ke hutan.”
Semua burung bernyanyi bersama. Konser paduan suara di rumah ini dipenuhi dengan suka cita. Sampai bintang jatuh pun akan berhenti sementara untuk mendengarkan indahnya paduan suara mereka.
Teks : Rizki