Tiba-tiba makhluk itu menoleh. Ia memakai kedok. Pantas wajahnya berwarna kuning dan bentuk hidungnya aneh.
"Ayo lekas jawab, atau rasakan pentungku ini," desak Yudi.
Makhluk itu tertegun. Kemudian terdengar suaranya.
"Jangan pukul aku, Yud. Ini aku, Eko!"
Eko membuka topi dan kedoknya.
Yudi terperangah.
"Kamii... kamu sedang apa malam-malam begini? Pakai kedok... pakai topi... jas laboratorium kakakmu..." Yudi menggelenggelengkan kepala.
"Maaf, Yud! Aku berdandan begini supaya tidak dikenali orang. Aku sedang mencari..." Eko ragu meneruskan kata-katanya.
"Cari apa, Ko? Kau kehilangan barang berharga?" Yudi penasaran.
"lya. Aku akan beri tahu kamu, asal jangan beritahu teman-teman, ya!" kata Eko lagi.
"Aku berjanji akan merahasiakannya," janji Yudi tambah penasaran.
"Tadi siang, kan, kita makan bakso di sini. Baksonya keras dan gigi palsuku terlepas. Lalu kuludahkan keluar bersama bakso. Di dekat kerikil-kerikil ini. Aku takut ketahuan teman-teman. Aku malu memakai gigi palsu, walau hanya satu buah. Setelah aku, Iwan, dan Dimas pulang dari rumahmu, sebenarnya aku mau kembali ke sini. Tapi masih banyak tukang bangunan. Jadi kutunggu sampai malam. Gigi palsu itu harus ketemu. Kalau tidak, kan, kelihatan kalau gigiku ompong. Lagipula ibuku pasti marah, karena harga gigi palsu itu mahal!"