Sesuai namanya, ulat ini hidup di pohon sagu. Ulat sagu biasanya banyak ditemui di batang pohon sagu yang membusuk. Setelah dewasa, ia biasa disebut kumbang sagu atau kumbang kelapa, karena juga sering ditemukan di pohon kelapa.
Empuk dan Gendut
Tubuh ulat sagu berwarna putih kekuningan dengan kerut-kerut lipatan melingkari tubuhnya. Kepalanya kecil berwarna cokelat. Ulat yang tidak memiliki kaki ini memindahkan tubuh dengan menggerakkan perutnya untuk berjalan atau melompat.
Panjang tubuhnya bisa mencapai 5 cm dan lebar bagian tengah tubuhnya mencapai 2 cm.
Ulat sagu memiliki rahang berbentuk kerucut dan horisontal yang tajam. Rahang itu digunakan untuk menggali dari tangkai daun sampai ke mahkota. Mereka makan dengan rakus. Tak heran, badannya jadi gendut dan empuk.
Bergizi Tinggi
Meski bentuknya yang gendut membuat sebagian orang jijik, ulat sagu memiliki kandungan gizi yang tinggi, lo. Selain bebas kolesterol, larva ini memiliki kandungan tinggi akan lemak baik dan protein.
Lantaran bergizi tinggi, ulat sagu bukan hanya disantap oleh manusia, melainkan juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa ulat sagu yang dikeringkan dan dihilangkan lemaknya setara dengan protein sebutir telur. Jadi, jangan buru-buru geli melihatnya, ya!
Rasanya pun gurih bila disantap. Masyarakat di beberapa negara seperti Indonesia, Vietnam, dan Malaysia menjadikannya sebagai santapan lezat, bahkan dihidangkan dalam acara adat.
Berbagai Cara Menyantap Ulat Sagu
Masyarakat Indonesia bagian Timur seperti Maluku dan Papua, menyantap ulat sagu dengan cara dibuat sate, dijadikan campuran dalam masakan, atau bahkan dimakan mentah begitu saja.
Sedangkan di Vietnam, ulat ini disebut duong dira atau larva kumbang kelapa, dan dimakan dalam keadaan hidup dengan dilumuri saus ikan.
Masyarakat Vietnam juga biasa memanggang dan mengukus ulat sagu, lalu menyantapnya bersama ketan dan salad, atau dimasak bersama bubur.
Di Sabah dan Sarawak Malaysia, ulat sagu disebut butod dan dianggap sebagai makanan bergizi tinggi. Ulat dimakan mentah atau dipanggang.
Sementara, di Papua Nugini, ulat ini dihidangkan dengan cara dipanggang saat perayaan acara-acara khusus. Nah, beranikah Teman-teman menyantapnya?