Menanti Bintang Jatuh

By Putri Puspita, Selasa, 22 Agustus 2017 | 02:00 WIB
Menanti Bintang Jatuh (Putri Puspita)

Riana duduk di dekat jendela besar loteng rumahnya. Ini menjadi tempat kesukaan Riana ketika bintang-bintang sedang bertebaran di langit dan juga ketika ia sedang merindukan Ibu dan Bapak yang bekerja di kota.

Riana sering mendengar kalau kita mengajukan permintaan saat ada bintang jatuh, maka permintaan itu akan dikabulkan. Riana yang sudah lama merindukan kedua orang tuanya hanya punya satu permintaan, yaitu diizinkan bertemu dengan Bapak dan Ibu.

Sudah berhari-hari ini Riana menghabiskan waktu setelah belajar di jendela loteng yang besar itu. Memang ruangan yang nyaman sekali, dihias seperti kamar tidur. Hanya satu yang ia tunggu, yaitu bintang jatuh. Biasanya, ia akan duduk di sana sampai pukul Sembilan malam, lalu tidur di kamar. Namun, karena ini hari Sabtu, ia memutuskan untuk ada disana lebih lama.

“Rin, yuk, turun, kita nonton di bawah,” terdengar suara Oma dari pintu loteng.

“Sebentar lagi Riana turun, ya, Nek. Masih mau disini dulu,” jawab Riana.

Satu jam… dua jam …. tiga jam….

Tak satupun ada bintang jatuh, bahkan sampai Riana tertidur dan bermimpi.

Di dalam mimpi Riana …

Ia duduk di suatu perbukitan, saat ia melihat ke atas, ada bintang yang bertaburan, dan saat ia melihat ke bawah, ada lampu-lampu kota yang juga mirip bintang. Di sekitar bukit itu ada banyak sekali orang-orang yang duduk dan menikmati keindahan bintang-bintang. Semuanya kompak tak bersuara keras, hanya tersenyum dan berbisik jika diperlukan.

Riana pun masih duduk di bukit itu sambil menunggu bintang jatuh.

“Mungkin di bukit ini, bintang jatuh lebih mudah terlihat,” katanya pada diri sendiri. Riana masih takjub dengan keindahan langit berbintang. Ingin rasanya ia ambil satu bintang itu dan dibawa pulang.

Tiba-tiba Riana melihat ada satu bintang jatuh. Mata Riana melebar karena terkejut, tetapi ia segera ingat bahwa ia akan mengajukan permohonan. Mata Riana terpejam, ia mengucapkan harapan dengan sungguh-sungguh. Ternyata, kesungguhannya sampai membuat air mata Riana ikut menetes.

“Riana,” terdengar suara lembut dari sebelah kanan. Riana menoleh. Ternyata itu suara Ibu, da nada Bapak juga di sebelahnyaa. Riana langsung memeluk mereka.