Kakek masih bingung harus berbuat apa. Baru saja ingin berlari untuk sembunyi, tiba-tiba ada suara pintu diketuk dengan kencang berkali-kali. Sudahlah, Kakek pikir memang harusnya dihadapi saja, kalau bersembunyi bisa membahayakan keluarga di rumah.
“Di mana Pak Suci?” tanya seseorang dengan Bahasa Indonesia yang belum lancar.
“Saya, Pak Suci,” jawab Kakek.
“Kamu kami tangkap!” kata satu orang yang diikuti oleh tiga orang yang menyeret Kakek paksa untuk naik ke mobil.
Saat itu Nenek menangis keras sekali, memanggil-manggil nama Kakek. Walaupun tak mengerti apa kesalahan Kakek, Kakek belum berani bertanya karena mereka tak suka ditanya-tanya. Bisa-bisa mereka marah dan menghancurkan rumah. Jadi, Kakek mengikuti saja apa yang diminta.
Di dalam perjalanan yang panjang, bahkan Kakek sudah tidak mengenal lagi daerah itu. Kakek hanya duduk diam dan berpikir. Selama ini, pekerjaan Kakek adalah pemahat. Kakek merasa tidak pernah berbuat onar, menentang, tetapi tidak juga mendukung penjajah. Apa yang menyebabkan Kakek ditangkap?
Mobil berhenti. Kakek diminta turun dan menghadap ke pimpinan pasukan itu. Kakek hanya diamati dari atas sampai bawah, tidak diajak bicara sama sekali. Pemimpin itu menggeleng dan meninggalkan Kakek.
“Kau benar Pak Suci?” tanya pengawalnya kembali sambil mengayunkan senjata ke arah Kakek.
Kakek hanya mengangguk.
Kakek kembali diminta naik ke mobil. Kakek tidak tahu akan dibawa kemana saat itu.
……………………………….
“Terus bagaimana, Kek? Bagaimana?” tanyaku penasaran.
“Kakek diminta turun di suatu desa yang Kakek tidak kenal,” jawab Kakek. “Hahahahaha, ternyata mereka salah tangkap orang. Kata warga sekitar, kalau mereka salah tangkap, maka mereka akan meninggalkannya di desa itu,” jawab Kakek Darma.
“Oh, salah tangkap…. Siapa Pak Suci yang mereka cari sebenarnya?” tanyaku.
Kakek hanya menggeleng dan tersenyum. “Sampai sekarang Kakek tidak tahu siapa yang sebenarnya mereka cari. Namun, sejak saat itu, Kakek mulai ikut berjuang melawan penjajah karena Kakek mengetahui markas dan apa saja yang mereka miliki di sana,” jawab Kakek Darma bangga.
“Wah, Kakek berani sekali!” kataku.
“Bangsa ini memang harus berani Nak! Berani maju dengan segala kekuatan yang kita punya,” jawab Kakek sambil tersenyum.
Cerita: Putri Puspita