Rumah yang Indah

By Sylvana Toemon, Minggu, 29 April 2018 | 02:00 WIB
Rumah yang indah (Sylvana Toemon)

“Hari ini kita diskusi di rumah siapa?” tanya Rara.

Aku pura-pura tak mendengar. Aku langsung menyibukkan diri mencatat tugas di papan tulis. Dalam hati aku cemas. Jangan sampai Rara melirik ke arahku. Sebab selama ini hanya rumahku dan Naning yang belum pernah ketempatan untuk diskusi kelompok.

Beberapa minggu lalu kami belajar di rumah Debbie. Rumahnya besaaar sekali. Seperti rumah-rumah dalam sinetron di televisi. Di halaman belakangnya ada taman dan kolam renang. Selesai belajar kami sempat berenang dan makan siang. Pembantunya sudah menyiapkan hidangan lezat untuk kami berenam.

Sementara tiga minggu yang lalu, giliran Dodi yang jadi tuan rumah. Rumahnya sangat luas. Ada kebun durian dan taman yang tertata indah. Kami pesta durian di sana. Ayah Dodi sangat lucu dan ramah. Lelucon-leluconnya selalu membuat kami tertawa. Beliau juga memberi kami durian untuk dibawa pulang.

Begitu juga rumah Bagus dan Rara. Mereka anak-anak orang kaya. Rumah mereka sangat mewah. Penuh pajangan keramik dan kristal-kristal yang mewah. Aku jadi rendah diri. Rumahku tak sebesar mereka. Tak ada pernak-pernik yang menghias ruangannya. Keluargaku hanya tinggal di rumah yang mungil. Walau kami hidup berkecukupan, tetapi sangat sederhana bila dibandingkan dengan teman-teman sekolahku.

“Bagaimana kalau kita diskusi di rumah Lulu?” usul Dodi mengejutkan. Aku tersentak. Dadaku berdegup kencang. Akhirnya apa yang kutakutkan jadi kenyataan!

“Eit, tunggu dulu! Sekarang giliranku!” sela Naning tiba-tiba.

“Jambu di kebunku sedang berbuah, lo!” rayu Naning sambil tersenyum renyah.

“Asyik! Kita rujakan, ya?” sahut Bagus bersemangat.

“Bereees!” kata Naning sambil mengacungkan jempolnya. Aku menarik napas. Fiuuuh... lega rasanya!

Pulang sekolah, kami sama-sama menuju rumah Naning. Kami diantar Pak Rasto, supir Rara sampai depan gang. Soalnya mobil tak bisa masuk ke dalam gang itu.

“Maklum! Banyak orang penting yang tinggal di sini. Jadi untuk menjaga ketenangan, jalannya sengaja dibuat sempit. Biar tak sembarangan orang bisa masuk!” seloroh Naning yang langsung disambut teriakan huuuu….yang keras. Sekali lagi Naning tertawa renyah.