Wayang Senter

By Sylvana Toemon, Rabu, 18 April 2018 | 10:00 WIB
Wayang senter (Sylvana Toemon)

Pekerjaan taman di rumah Datuk sudah selesai. Saat ini halaman luas itu tidak hanya ditumbuhi pohon buah-buahan. Halaman itu sekarang menjadi taman indah dengan jalan setapak dan lampu taman bercahaya kuning.

“Runi, kita main di taman lagi, yuk,” ajak Rudi.

“Ayo! Aku sekarang sudah tidak takut lagi, kok,” sambut Runi.

Seminggu yang lalu, kedua anak itu pernah ketakutan di taman. Mereka mengira ada raksasa yang bersayap. Raksasa itu adalah bayangan ngengat yang hinggap di lampu.

Kedua anak itu kemudian membentuk bayangan dengan tangan mereka. Tak lama kemudian Datuk pun bergabung. Datuk membentuk tangannya menjadi bayangan aneka binatang. Ada bentuk kupu-kupu, burung, kancil, kelinci, dan ular. Bayangan-bayangan itu terasa hidup karena Datuk melengkapinya dengan cerita. Datuk memang pandai bercerita.

“Bagaimana kalau kita undang teman-teman ke sini?” usul Rudi.

“Setuju!” sambut Runi.

“Ide yang bagus,” ucap Datuk.

Esok sorenya, teman-teman Runi dan Rudi berkumpul di rumah besar Datuk. Anak-anak itu ingin melihat pertunjukan bayangan dan mendengar cerita yang Datuk bawakan. Datuk sebagai pencerita yang hebat sudah dikenal oleh teman-teman Runi dan Rudi.

“Aku sudah tak sabar melihat pertunjukan bayangan,” bisik Naura kepada Keyla yang duduk di sebelahnya. Sementara itu, Keyla sedang mengoleskan krim anti nyamuk di bagian tubuhnya yang tidak tertutup pakaian.

“Teman-teman, jangan lupa memakai ini supaya tidak digigit nyamuk. Gigitan nyamuk itu bisa menyebabnya penyakit, lo,” kata Keyla.

Keyla si dokter cilik memang selalu mengingatkan teman-temannya untuk menjaga diri dan hidup sehat. Dulu peringatan Keyla sering membuat kesal teman-temannya. Sekarang mereka semua bersyukur karena memiliki teman seperti Keyla. Mereka  juga mendukung cita-cita Keyla untuk menjadi dokter anak.   

“Runi, Rudi, ke sini dulu,” panggil Datuk.

Kedua anak itu masuk ke dalam rumah. Tak lama kemudian Rudi keluar membawa wayang kulit. Di sampingnya Runi membawa gulungan tikar.

“Datuk mau mendalang?” tebak Amir.

“Iya, betul sekali tebakanmu,” jawab Datuk gembira.

“Teman-teman, kita duduk di sini, ya,” kata Runi sambil menggelar tikarnya.

“Di sebuah rumah yang besar, tinggallah seorang kakek….,” ujar Datuk memulai ceritanya sambil mengangkat wayangnya ke arah lampu.

Anak-anak yang menonton itu langsung tertawa gembira melihat bentuk wayang yang sangat mirip Datuk tampak samping itu. Dikisahkan bahwa kakek itu sedang berjalan-jalan di taman dan bertemu dengan kupu-kupu dan kelinci.

Saat mereka sedang tertawa gembira. Bleb! Listrik padam. Cahaya lampu di taman itu hilang, demikian pula bayangannya. Semua anak terdiam dalam gelap.

Perlahan Rudi merogoh kantong detektifnya. Rudi memiliki kantong kecil yang berisi perlengkapan detektif. Kantong yang bisa ditempel di ikat pinggang itu berisi kaca pembesar, alat tulis, pisau lipat, dan senter kecil. Sambil meraba-raba, Rudi mengambil senter kecil lalu menyalakannya.

Langkah Rudi itu diikuti oleh Bayu dan Amir, teman-teman Rudi sesama penggemar cerita detektif. Ketiga berkas cahaya itu menari-nari menerangi anak-anak yang duduk di tikar itu. Tak lama kemudian, cahaya dari senter Rudi berkelap-kelip, meredup, dan akhirnya padam.

“Aha! Datuk punya ide. Rudi, ke sini sebentar,” panggil Datuk.

Datuk berbisik di telinga Rudi. Dalam keremangan terlihat anggukan Rudi yang bersemangat. Setelah itu Rudi langsung mengajak Bayu ke dalam rumah. Tak lama kemudian Rudi keluar lagi. Ia membawa senter besar bercahaya terang. Saat diarahkan ke tembok, terangnya seperti lampu sorot di panggung drama.

“Nah, sekarang kita lanjutkan ceritanya. Ini adalah cerita wayang senter,” ujar Datuk sambil mengangkat wayang berbentuk dirinya itu.

Anak-anak itu tertawa gembira sampai-sampai mereka tidak merasa kalau di dekat mereka banyak orang lain. Mereka adalah orang tua teman-teman Runi dan Rudi yang datang untuk menjemput anak-anaknya. Orang-orang dewasa itu pun ikut bergembira menonton pertunjukan wayang senter. Tepuk tangan meriah menutup pertunjukan wayang senter malam itu.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Sylvana Hamaring Toemon.