Netsi berlari riang di bawah sinar bulan. Berhenti di puncak bukit sambil menegakkan telinga pendeknya, mengendus-endus udara.
Bit-bit, si kelinci seputih salju dengan telinga panjang menertawakannya. “Tak ada gunanya kamu menegakkan telinga. Telingamu pendek.”
“Kamu, sih, bukan kelinci, Netsi. Lebih pantas disebut kucing. Belang-belang begitu!” timpal Ratty, diiringi gelak tawa kelinci-kelinci putih lainnya.
Muka Netsi memerah lalu melompat-lompat pergi, meninggalkan Bit-Bit, Ratty, dan kelinci-kelinci lainnya. Ia sedih sekali. Dia memang tidak seperti kelinci-kelinci lainnya. Bulunya belang-belang seperti kucing. Telinganya tidak panjang, indah, lembut. Melainkan pendek dan membosankan, seperti kucing.
“Netsi, Netsi, jangan sedih,” bisik suara halus itu. Netsi menoleh ke kiri dan ke kanan. Tidak ada siapa-siapa.
“Di sini, Netsi,” panggil suara itu dari atas. Netsi mendongakkan kepalanya. Bulan purnama bersinar hangat di atasnya.
“Bulan?” tanya Netsi dengan ragu.
“Tentu saja, siapa lagi,” sahut Bulan.
“Jangan sedih karena bulumu tidak seputih salju dan tidak bertelinga panjang. Itu karena kamu kelinci keturunan langsung Putri Kelinci.”
“Putri Kelinci?” tanya Netsi. Ini berita baru untuknya.
“Ya. Pada zaman dahulu kala, semua binatang berbulu polos dan bertelinga panjang. Rusa-rusa berbulu cokelat polos tanpa totol-totol dan bertelinga panjang. Begitu pula sigung yang berbulu hitam polos. Burung hantu juga abu-abu polos. Pokoknya semua hewan!” ujar Bulan. Mata Netsi membulat mendengarnya.
“Nah, bangsa kelinci adalah bangsa yang paling cantik. Bulunya lembut bermotif belang-belang. Telinga mereka pun pendek. Sesuai dengan bentuk wajah mereka. Dan Putri Kelinci adalah kelinci dengan belang terbanyak dan telinga terpendek. Ia adalah putri yang baik dan tidak sombong. Sayangnya, tidak semua kelinci begitu. Ada kelompok yang menyombongkan kecantikan belang-belang mereka dan telinga mereka yang cocok sekali dengan muka mereka. Mereka tidak mau berbaur dengan hewan-hewan hutan lainnya. Mereka juga menolak kalau dimintai tolong,” cerita Bulan.
“Pada suatu ketika, terdengar kabar akan terjadi banjir besar! Semua hewan bahu-membahu membangun kapal besar yang dilengkapi dengan semua hal yang mereka butuhkan. Kelompok kelinci belang yang sombong masih saja menolak berbaur. Mereka mengajak kelinci-kelinci belang lainnya untuk membuat kapal sendiri. Tapi Putri Kelinci tidak mau. Ia ingin bergabung dengan hewan-hewan hutan lainnya. ‘Kita tidak bisa hidup sendiri. Dalam kesulitan, kita harus bahu-membahu,’ demikian kata Puri Bulan. Tapi sekelompok kelinci belang yang sombong itu tetap yakin bahwa mereka akan bisa bertahan sendiri. Bayangkan, betapa hebatnya mereka jika bisa. Sudah paling cantik, bisa bertahan sendiri lagi!” Bulan bertutur lembut kepada Netsi.
“ Lalu bagaimana, Bulan?” tanya Netsi.
“Sekelompok kelinci bulan itu memisahkan diri. Mereka bangun kapal mereka sendiri. Berukuran kecil tentunya. Dihias cantik, secantik belang-belang mereka. Namun, Putri Kelinci benar. Dalam kesulitan, semua harus bahu membahu. Mereka memerlukan kemampuan terbang burung, kemampuan berenang ikan-ikan, cacing-cacing kecil untuk menyuburkan tanaman makanan mereka di atas kapal. Singkat cerita, kelinci-kelinci belang itu menjadi lemah dan saat ombak besar menghantam mereka, bam!” Bulan berhenti untuk menarik nafas, membuat Netsi semakin penasaran.
“Terus apa yang terjadi?”
“Mereka terlontar ke dalam air. Untung hewan-hewan hutan yang lain di kapal besar siaga. Burung-burung terbang membawakan mereka tali. Hewan-hewan besar menarik mereka satu per satu. Ikan-ikan dan penyu menyelam ke dalam air dan mengangkat mereka ke permukaan. Akhirnya mereka berhasil diselamatkan. Tetapi, oh, belang-belang kebanggaan mereka menghilang! Lenyap terbawa air banjir ajaib itu. Lenyap bersama kesombongan mereka. Telinga mereka pun memanjang saat ditarik keluar dari air. Dan anehnya binatang-binatang lain yang terpercik air saat menolong mereka, malah jadi memiliki motif pada bulu dan kulit mereka!”
“Tapi kalau bulu mereka jadi polos, kenapa aku dan keluargaku belang-belang begini?” tanya Netsi bingung. Bulan tersenyum, “Karena kamu keturunan langsung Putri Kelinci dan kelinci-kelinci belang yang tidak sombong dan mau berbaur dengan binatang lain di kapal besar.”
Jawaban itu membuat Netsi serasa melayang. Dia keturunan langsung Putri Kelinci!
“Tapi ingat, jangan besar kepala karenanya, ya. Tetaplah jadi Netsi yang ramah pada siapa saja,” ucap Bulan lagi. Netsi mengangguk-anggukan kepala belangnya yang bertelinga pendek. Sekarang, ia malah bangga akan belang dan telinganya!
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Pradikha Bestari.