Diculik Raja Morea

By Sylvana Toemon, Senin, 23 April 2018 | 04:00 WIB
Diculik Raja Morea (Sylvana Toemon)

“Putri Bia?” ulang Reysha.

“Ya. Putri Bia itu kakak Raja Morea. Mereka dua kakak beradik yang rukun. Keduanya selalu saling mengalah. Dalam membuat keputusan, Putri Bia selalu memikirkan kepentingan Raja Morea, demikian pula sebaliknya. Namun, suatu hari Putri Bia diculik monster laut,” ucap si belut dengan nada muram.

Tiba-tiba seekor belut lain muncul dan berubah menjadi manusia. Ia membuka mulutnya, “Raja Morea ingin menyelamatkannya. Nenek penyihir memberinya ramuan untuk berubah menjadi suatu makhluk yang bisa menyelam ke laut dan menyelamatkan Putri Bia. Namun, wujud itu akan menjadi wujudnya selamanya. Tanpa ragu, Raja Morea meminum ramuan itu dan menjadi belut. Kami pun karena ingin terus mendampinginya, ikut meminum ramuan itu dan menjadi belut juga,” sambungnya.

“Jadi, kalian ini…” kata Reysha ragu.

“Benar. Kami semua menyelam ke dasar laut Maluku dan menyelamatkan Putri Bia dari cengkraman monster laut. Saat akhirnya berhasil, kami hanya bisa mengantarkan Putri Bia yang tak sadarkan diri ke pasir putih Pantai Nastepa, lalu kembali ke laut,” sahut si belut yang pertama.

“Namun, Putri Bia sangat menyayangi Raja Morea. Saat tersadar, ia segera mencari Raja Morea. Ia tahu dari nenek penyihir bahwa Raja Morea setiap hari melawan monster-monster laut itu. Putri Bia memohon agar Raja Morea dan prajurit-prajuritnya dikembalikan menjadi manusia. Nenek penyihir hanya bisa memberi Putri Bia ramuan agar mereka bisa dikeluarkan dari lautan dan tinggal di kolam. Wujud mereka tetap berbentuk belut,” lanjut prajurit belut kedua.

“Jadi, kalian semua dipindahkan Putri Bia ke kolam ini, ya?” tanya Reysha.

“Betul. Putri Bia merawat kami dengan baik sampai akhir hayatnya beratus tahun lalu,” ucap Raja Morea yang tibatiba muncul di belakang Reysha.

“Kamu tidak perlu mengubah dirimu menjadi belut demi saudaramu. Kenapa kamu tak mau mengalah sedikit untuk saudaramu?” tanya Raja Morea, melangkah mendekati Reysha.

Prajurit-prajurit belut lainnya juga mendekat, mengepung Reysha. Udara di dalam kolam itu tiba-tiba menjadi jauh lebih dingin.

“Kalau kamu tidak mau mengalah, bergabunglah dengan kami di sini. Biar kami ajari caranya mengalah,” ucap salah satu prajurit belut itu, memegang tangannya. Kulitnya terasa dingin dan berlendir di kulit Reysha.

“Aaaaahh!!” Reysha menjerit ketakutan dan terbangun. Ia masih terbaring aman di atas tempat tidur hotelnya di Ambon. Selimutnya terlempar ke lantai. Pantas dingin sekali. Di sampingnya, Randy juga baru terbangun. Ibu mengetuk pintu kamar mereka dan masuk “Res, Ran, hari ini kalian mau berwisata ke mana?”

“Pantai Natsepa,” jawab Randy.

“Pintu Kota Latu Lahat,” seru Reysha, bersamaan dengan jawaban Randy.

Mereka berdua terdiam dan saling menatap. Reysha tersenyum, “Ke Pantai Natsepa dulu saja, Ma. Kemarin, kan, kita sudah pergi ke Desa Suli seperti yang aku mau. Sekarang giliran Randy memilih,” sahut Reysha sambil merapatkan selimutnya.

Hiii… jangan sampai mimpinya diculik Raja Morea jadi kenyataan!

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Pradikha Bestari.