Jam Ajaib

By Sylvana Toemon, Selasa, 22 Mei 2018 | 05:00 WIB
Jam ajaib (Sylvana Toemon)

Kuputar jam itu  sehingga menunjukkan pukul 9 malam di hari ulang tahunku. Kini di permukaan jam tampak Ayah dan Kak Dea sedang menggotong sebuah kardus besar… Oh, tiba-tiba gambar pada jam itu menjadi kabur. Kuusap permukaannya lalu kuguncang-guncang. Namun  angka-angkanya malah muncul kembali, padahal aku belum menekan tombol off. Jam ajaib itu rusak!

Astaga! Aku menepuk dahiku. Aku baru ingat kalau aku sudah tiga kali menggunakan jam itu! Oh, aku terlalu bersemangat, jadi kurang hati-hati Padahal tadi aku hampir tahu hadiah dari Ayah dan Ibu. Aduuuh, terpaksa aku harus sabar menunggu sampai besok.

Keesokan paginya, “Selamat ulang tahun!” ciuman Kak Dea membangunkanku.

Hmm... tapi hari itu aku tidak bersemangat membuka hadiah dari Kak Dea dan teman-temanku. Isinya sama persis dengan yang kulihat di jam ajaib kemarin.. Jam itu memang benar-benar ajaib!

Ayah dan Ibu juga memberi ciuman selamat ulang tahun padaku. Namun mereka belum memberi hadiah. Sampai malam tiba, aku menunggu dengan gelisah. Ah, jangan-jangan... Ayah dan Ibu memang tidak memberiku hadiah...

“Rea....” Ibu mengguncang bahuku pelan. Oh, rupanya aku tertidur di depan televisi. Aku membuka mata dan melihat Ayah dan Kak Dea sedang menggotong sebuah kardus besar.

“Hei, itu, kan, persis dengan yang kulihat dalam jam ajaib kemarin!” pekikku dalam hati.

Wah, sebentar lagi aku akan tahu kelanjutan cerita yang terpotong kemarin. Aku jadi bersemangat kembali.

“Bukalah, Rea!” perintah Ayah sambil tersenyum. Aku cepat-cepat menyobek kertas pembungkusnya dengan tidak sabar. Astagaaa!

“Terima kasih, Ayah! Terima kasih, lbu!” teriakku, lalu memeluk dan mencium Ayah dan Ibu.

“Komputer itu untuk kamu dan Kak Dea. Kalian harus menggunakannya bersama-sama, ya!” pesan Ayah.

Aku mengangguk gembira. Sudah lama aku dan Kak Dea ingin punya komputer. Sekarang keinginan kami terwujud.

Malamnya aku termenung di depan jam ajaibku. Sekarang jam itu tidak ajaib lagi. Ah, mungkin itu memang lebih baik. Bukankah lebih asyik jika kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari? Kita bisa menebak-nebak, merasa penasaran, dan terpekik kaget! Yang pasti, kita pun akan belajar untuk lebih bersabar. Ya, dan aku sekarang jadi penasaran lagi. Apa ya hadiah untukku tahun depan? Mungkin sebuah piano, sepeda, atau… jam ajaib! Hihihi....

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Veronica Widyastuti.