Malam Misterius Di Waduk Pacal

By Sylvana Toemon, Selasa, 10 April 2018 | 13:00 WIB
Malam misterius di Waduk Pacal (Sylvana Toemon)

Permukaan Waduk Pacal tampak hitam berkilat-kilat terkena cahaya bulan. Rasa takut Abyan menjadi-jadi. Bagaimana tidak? Ia berada di tepi waduk sendirian pada tengah malam yang gelap. Lebih parah lagi, Abyan tidak tahu kenapa ia bisa berada di situ!

Pssst…pssttt…pssst… gemerisik dedaunan seperti suara orang-orang berbisik membuat Abyan semakin takut. Pak… pak… kecipak bunyi air terdengar seperti bunyi langkah kaki. Sangat misterius dan huks… Abyan takut.

Tiba-tiba sraatt! Sesuatu yang tajam dan besar menerjang Abyan. Abyan terpaksa mundur ke arah hutan yang gelap gulita. Oh, tidak! Sesuatu itu mengejarnya. Bukan itu saja, dari kemerisik suara, Abyan tahu pengejarnya semakin banyak.

Duk! Abyan jatuh tersandung akar pohon. Sesuatu yang tajam dan berkilat-kilat mendekati Abyan. Paruh! Yang mengejarnya adalah burung merak. Bukan satu, dua, melainkan puluhan sekaligus.

Dalam posisi duduk, Abyan merasa amat kecil menghadapi burung-burung itu. Mereka mendekati Abyan dengan sikap mengancam. Ekor mereka yang mengembang membentuk siluet-siluet yang menakutkan!

Mereka menepuk-nepukkan paruhnya, seakan siap mematuk Abyan. Mereka lalu mendekat dan semakin dekat. Tak tahan lagi, Abyan menjerit sekerasnya,

“AAAAAAAAAAHH!! Jangaaan!!!”

“Saat kami menjerit-jerit tadi sore, kamu malah tertawa,” jawab suatu suara di samping kanan Abyan. Merak-merak yang mengelilingi Abyan berhenti mendekat.

“Aku… aku… kalian… menjerit-jerit?” tanya Abyan terbata-bata.

Semak di samping kanan Abyan tersibak. Seekor burung merak yang besar dan anggun muncul.

“Ya, tadi sore, kan, kamu asyik mengejar kami dengan ranting. Di tepi Waduk Pacal,” ucap merak itu dengan tenang. Abyan mulai merasa ia bermimpi. Masak merak bisa bicara?

Tadi sore, memang ia, Mama, Tante Lian, dan Om Soni mengunjungi Waduk Pacal. Mama asyik mengobrol dengan Tante Lian, teman lamanya dulu di Bojonegoro. Akibatnya Abyan merasa bosan.