“Kalian berdua sama-sama sombong dan menyalahgunakan kelebihan kalian,” geram suatu suara menggelegar. Suara Dewa Laut!
“Kau, Ulia, seharusnya tidak boleh jadi besar kepala dan semena-mena karena lebih pintar. Kau, Lea, seharusnya bisa mengendalikan amarahmu dan tidak main hukum saja dengan kesaktianmu,” lanjut Dewa Laut.
Lea dan Ulia saling berpandangan. Dewa Laut benar.
“Maafkan aku, Ulia. Seharusnya bukan begini caraku membuatmu kapok,” ucap Lea pelan.
“Aku juga minta maaf. Kamu hebat, sakti sekali, bisa membuatku membuncit besar,” ujar Ulia serius.
Dewa Laut tersenyum. Makhluk yang diberi kelebihan memang mudah sekali tergoda untuk jadi besar kepala dan menyalahgunakan kehebatan mereka. Dewa Laut memaafkan mereka. Lea dan Ulia kembali ke ukuran semula dan hidup di bawah laut dengan damai.
Sayangnya, karang yang terkena tubuh mereka sudah keburu berlubang besaaar sekali! Sampai sekarang karang itu masih menjulang besar dengan lubang di tengahnya.
***
Aku memandang Karang Bolong itu dengan kagum. Seorang petugas objek wisata Karang Bolong tersenyum melihatku menatap karang tersebut.
“Lubangnya besar sekali, ya, Pak. Wah, Ulia dan Lea pasti sempat menggelembung besar sekali!” sapaku kepada bapak petugas. Bapak petugas itu menatapku dengan bingung.
“Itu, lo, Pak, bintang laut dan ikan duyung yang sombong! Mereka, kan, yang menyebabkan karang ini bolong.” kataku lagi.
“Hahahaha… Adik pasti mendengar cerita dari Andi, anak pantai sini, ya? Andi itu memang paling suka bikin cerita asal-usul Karang Bolong. Soalnya penyebab karang ini bolong masih belum diketahui. Masih jadi misteri. Sementara banyak pengunjung yang bertanya-tanya apa penyebabnya. Si Andi jadi suka mengarang cerita untuk menjawabnya,” jelas bapak petugas. Oalah!
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Pradikha Bestari.